REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki menyatakan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk membuka Kedutaan Besarnya untuk Israel di Yerusalem pada Mei mendatang, telah mengabaikan penentangan yang disuarakan PBB dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Ini menunjukkan AS telah berkeras untuk terus merusak proses perdamaian.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan keputusan tersebut sangat mengkhawatirkan.
Keputusan ini akan membalikkan kebijakan yang dipegang teguh oleh AS selama beberapa dekade untuk tidak memindahkan kedutaan ke Yerusalem.
Dilansir di Haaretz, Jumat (23/2), Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya akan membuka Kedutaan Besar untuk Israel di Yerusalem pada Mei mendatang, bertepatan dengan ulang tahun Israel yang ke-70.
Dalam sebuah pernyataan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengucapkan terima kasih kepada Presiden AS Donald Trump atas kepemimpinan dan persahabatannya. "Ini adalah hari yang menyenangkan bagi rakyat Israel," kata Netanyahu.
Saeb Erekat, sekretaris jenderal Komite Eksekutif PLO dan juru runding utama Palestina, mengecam pemerintah AS mengenai pengumuman tersebut.
Ia mengatakan niat untuk memindahkan kedutaan menunjukkan Washington bertekad untuk melanggar hukum internasional.
Termasuk juga menghancurkan solusi dua negara, dan memprovokasi orang-orang Palestina, serta semua bangsa Arab, Muslim, dan Kristen di seluruh dunia.
Beberapa anggota oposisi Israel juga menentang keputusan Amerika mengenai pemindahan kedutaan tersebut.
"Presiden Trump dan pemerintahnya sekali lagi membuktikan mereka adalah penembak cepat, dan mereka menembak diri mereka sendiri di kaki," ujar anggota parlemen Ahmad Tibi dari Partai Joint List.
Tamar Zandberg dari Partai Meretz mengatakan keputusan sepihak untuk memindahkan kedutaan tidak akan membantu proses perdamaian, tetapi justru sebaliknya.
Pada Desember lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI bagi lebih dari 50 negara di Istanbul. Di KTT ini, para pemimpin Muslim mengecam keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.