Selasa 27 Feb 2018 08:16 WIB

Harga Minyak Dunia Naik ke Posisi Tertinggi

Komentar Arab Saudi turut memicu kenaikan harga minyak di pasar global.

Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah dunia naik pada akhir perdagangan Senin (26/2) atau Selasa (27/2) pagi WIB, mencapai tertinggi tiga minggu. Kenaikan harga minyak ini didukung oleh permintaan AS yang kuat dan komentar Arab Saudi bahwa pihaknya akan terus mengekang produksi sejalan dengan upaya-upaya yang dipimpin oleh OPEC.

Patokan harga di pasar global, minyak mentah Brent untuk pengiriman April meningkat 0,19 dolar AS menjadi ditutup pada 67,50 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Selama sesi berlangsung, Brent mencapai level tertinggi tiga minggu di 67,90 dolar AS.

Sementara itu, patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan April, naik 0,36 dolar AS menjadi menetap pada 63,91 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah mencapai level tertinggi 20 hari di 64,24 dolar AS.

Kedua acuan tersebut meningkat pekan lalu - Brent naik hampir empat persen dan WTI naik sebesar tiga persen. "Hari ini dan minggu ini akan menjadi penting untuk menjawab pertanyaan, apakah akan terjadi koreksi pasar atau apakah ini merupakan kembalinya tren kenaikan?" kata Walter Zimmerman, kepala analis teknikal di United-ICAP seperti dilansir Reuters.

Harga-harga tersebut didukung oleh Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih, yang mengatakan pada Sabtu (24/2) bahwa produksi minyak mentah Januari-Maret di negara tersebut akan jauh di bawah tingkat batas produksi, dengan ekspor rata-rata kurang dari tujuh juta barel per hari. Dia mengatakan Arab Saudi berharap OPEC dan sekutu-sekutunya dapat mengurangi produksi tahun depan dan menciptakan kerangka kerja permanen untuk menstabilkan pasar minyak, setelah kesepakatan mengenai pemotongan pasokan berakhir tahun ini.

Namun demikian, kemungkinan berakhirnya pemotongan produksi, merupakan perkembangan bearish jangka panjang, kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho. Data yang dikeluarkan minggu lalu oleh Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan penurunan tak terduga dalam persediaan minyak mentah.

"Laporan persediaan minggu lalu tidak bullish, tapi juga tidak bearish. Dan itu membuat gairah bersemangat," kata Bill Baruch, presiden Blue Line Futures di Chicago.

"Secara historis, ini biasanya semacam jeda sementara, di mana permintaan menurun kembali, kita belum melihat itu."

Permintaan di Eropa mungkin juga mendapat beberapa dukungan. Dingin yang menggigit di seluruh benua telah mendorong beberapa penyuling untuk menunda perawatan, yang dapat mendukung permintaan dan membantu mengakhiri serangan aksi ambil untung, kata para analis. "Pandangan kami adalah permintaan akan cukup kuat, tapi kami tidak melihat adanya penarikan besar," kata analis minyak Natixis, Joel Hancock, dan menambahkan bahwa dia memperkirakan harga di kisaran 60 dolar AS sampai 70 dolar AS tahun ini.

Meski begitu, para hedge fund dan manajer uang menaikkan taruhan "bullish" mereka terhadap minyak mentah AS untuk pertama kalinya dalam empat minggu, data menunjukkan pada Jumat (23/2). Perusahaan Minyak Nasional Libya mengatakan pada Sabtu (24/2) bahwa mereka telah menyatakan force majeure di ladang minyak El Feel senilai 70 ribu barel per hari setelah sebuah protes oleh para penjaga menutup ladang minyak tersebut.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement