REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengusulkan KPK menolak permintaan mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (Setnov) menjadi justice collaborator. Menurutnya, informasi dari Setnov terkait kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) sumir
"Upaya Novanto ingin menjadi justice collaborator dengan menyebut beberapa nama lain, tidak cukup meyakinkan KPK," kata Sebastian Salang di Jakarta, Selasa (27/2).
Justice collaborator adalah pihak yang mau bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap kasus-kasus dugaan korusi. Menurut Sebastian Salang, informasi yang disampaikan Novanto dengan menyebut beberapa nama rekannya, dinilai KPK sebagai informasi yang masih sumir.
"Informasi yang hanya katanya, sehingga belum pantas menjadi justice collaborator. Saya kira tepat kalau KPK menolak permintaan justice collaborator itu," ujarnya.
Sebastian menjelaskan, jika Novanto serius ingin membantu KPK mengungkap kasus mega korupsi proyek pengadaan KTP-el, seharusnya komitmen itu sudah ditunjukkan sejak awal.
"Novanto mestinya yang memberikan informasi pertama soal kasus dugaan korupsi KTP-el sehingga penyelidikannya menjadi mudah. Realitasnya, dia malah menghindar dan selalu mencari celah agar lolos dari jeratan hukum," katanya.
Sebastian menduga, Novanto bersedia menjadi justice collaborator karena terdesak situasi dan ingin agar hukumannya ringan.
Sementara Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, meminta KPK fokus membongkar semua aspek pidana yang muncul pada kasus dugaan korupsi KTP-el yang disangkakan kepada Setya Novanto.
Petrus Selestinus menjelaskan, sangkaan tidak saja pada pelanggaran Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, tetapi juga pada dugaan tindak pidana korupsi sebagai pemberi atau penerima suap.
"KPK tidak boleh terkecoh dengan manuver Setya Novanto untuk menjadi justice collaborator, karena informasi yang diberikan itu hanya katanya atau mendengar dari cerita Nazaruddin," kata Petrus.