Rabu 28 Feb 2018 04:45 WIB

Pengamat: Kabupaten Bogor Berpotensi Semakin Macet

Pengamat menilai jumlah peningkatan kendaraan berbanding terbalik dengan rasio jalan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Bayu Hermawan
Kemacetan di Kabupaten Bogor (ilustrasi)
Kemacetan di Kabupaten Bogor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pengamat transportasi dari Universitas Pakuan, Bogor, Budi Arif mengatakan rasio panjang jalan dengan jumlah kendaraan di kawasan Kabupaten Bogor beragam. Kondisi tersebut tidak bisa disamaratakan ke semua wilayah karena masing-masing ruas jalan memiliki karakter yang berbeda.

 

Secara umum, Budi melihat nilai rasio jalan terhadap jumlah kendaraan di Kabupaten Bogor sudah di atas 0,8. "Nilai ini menggambarkan jumlah kendaraan pada satu segmen jalan dalam satu waktu dibandingkan dengan kapasitas jalan raya tersebut," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (27/2).

 

Semakin tinggi kendaraan, maka akan semakin besar pula nilai rasio. Apabila masih di bawah satu, lalu lintas daerah tersebut masih lancar, sementara nominal satu menggambarkan bahwa lalu lintasnya sesuai dengan kapasitas jalan.

 

"Kondisi buruk terjadi apabila rasio berada di atas satu yang artinya sudah jenuh atau lalu lintas daerah itu padat. Di Kabupaten Bogor sendiri, kemungkinan untuk mencapai satu ada, terutama di Cibinong Raya pada pagi dan sore hari yang saat ini sudah di atas 0,8," katanya.

 

Tidak hanya di pusat kota, Budi mengatakan, daerah Cicurug menuju Sukabumi juga terbilang tinggi. Sebab, daerah sana kerap dilintasi kendaraan pribadi maupun pengangkut seperti truk.

 

Menurut Budi, permasalahan kepadatan tidak harus diselesaikan dengan pelebaran jalan. Selain membutuhkan proses yang rumit, solusi ini akan memakan biaya besar.

 

Salah satu solusi yang dianggap Budi efektif adalah memperbaiki transportasi umum sebagai pengganti maupun tambahan terintegrasi dari kendaraan pribadi. "Sedangkan di sini, masih bersifat setoran sehingga pengemudi bisa menurunkan penumpang di mana saja dan kapan saja," ucapnya.

 

Dengan sistem setoran yang menyebabkan ketidakteraturan itu, antrian dan kemacetan pun tak terbendung. Terlebih, ruas jalannya tidak terlalu lebar yang membuat arus lalu lintas semakin sulit untuk lancar.

 

Budi mengakui, sistem pembenahan kepadatan Kabupaten Bogor ini terbilang rumit. Tinjauannya tidak hanya berbicara angkutan umum, juga kemudahan mendapatkan kendaraan dan Surat Izin Mengemudi (SIM) A, ataupun C untuk kendaraan pribadi.

 

Menurut Budi, penerima SIM hanyalah mereka yang memang memiliki kepentingan dan bisa mengemudi dengan seleksi ketat. Solusi lain yang dapat dilakukan adalah menahan laju kendaraan baru. Hanya, dibutuhkan kekuatan dan konsistensi pemerintah pusat untuk mengambil keputusan tersebut. Di sisi lain, Budi menambahkan, tetap dibutuhkan transportasi umum untuk memfasilitasi masyarakat.

 

"Apabila semua ini tidak terintegrasi, Budi mengatakan, tidak menutup kemungkinan bahwa kemacetan akan semakin parah terjadi di Kabupaten Bogor. Harus ada koordinasi antar instansi juga untuk permasalahan ini," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement