Rabu 28 Feb 2018 16:13 WIB

Ikan Budi Daya KJA di Tiga Waduk Jabar tak Layak Konsumsi

Tiga waduk terintegrasi Sungai Citarum yang mengandung logam berat merkuri.

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Gita Amanda
Air berwarna karena limbah menjadi pemandangan biasa di aliran Sungai Citarum, daerah Parunghalang, Kabupaten Bandung, Senin (5/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Air berwarna karena limbah menjadi pemandangan biasa di aliran Sungai Citarum, daerah Parunghalang, Kabupaten Bandung, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Ikan hasil budi daya Kolam Jaring Apung (KJA) di tiga waduk di Jawa Barat (Jabar), tidak layak konsumsi. Sebab, air tiga waduk tersebut terintegrasi dari Sungai Citarum. Sedangkan, air Sungai Citarum sendiri, kondisinya sudah tak layak minum. Mengingat, kandungan akan logam berat merkuri dan bakterinya sangat tinggi.

Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Doni Munardo, mengatakan saat ini Sungai Citarum sangat terkenal akan kekotorannya. Bahkan, sungai terbesar di Jabar ini, merupakan sungai terkotor di dunia. Setiap harinya sampah yang dibuang ke sungai tersebut mencapai 20.462 ton. Bahkan, dari jumlah sampah tersebut, 71 persennya tidak bisa diangkut ke daratan.

"Sampah yang dibuang ke Citarum berbagai ragam," ujarnya, saat paparan Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum di Hotel Plaza Indah Purwakarta, Rabu (28/2).

Sampah yang dimaksud, lanjut Doni, mulai dari sampah rumah tangga, limbah pabrik, sampai limbah medis. "Di sungai ini, ceceran limbah medis dan bahkan kantong darah terinveksi HIV/AIDS ada. Tak hanya itu, bangkai-bangkai hewan juga sudah banyak yang dibuang ke sungai tersebut," kata Doni.

Dampaknya, kualitas air tersebut semakin menurun. Bahkan, dari hulu sampai hilir, air Citarum sebenarnya sudah tak layak konsumsi. Sebab, tak hanya limbah, kandungan logam berat seperti merkurinya sudah sangat tinggi. Belum lagi, bakteri e-coli dan lainnya.

Kondisi ini, juga terjadi pada air tiga waduk di Jabar. Yakni, Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Sebab, aliran Citarum itu melintasi tiga waduk tersebut. Dengan begitu, ikan-ikan yang dibudidayakan di keramba jaring apung di tiga waduk itu, tidak lagi layak konsumsi.

"Ikan di tiga waduk ini, dipastikan sudah tercemar limbah, bakteri, dan logam berat. Makanya, tidak lagi layak konsumsi," ujar Doni.

Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah kabupaten yang mempunyai tiga waduk itu, untuk segera menyetop budi daya ikan air tawar tersebut. Sebab, jika terus-terusan dibiarkan, masyarakat bukannya sehat justru akan sakit akibat terpapar limbah.

"Air Citarum yang ke Jakarta juga sebenarnya sudah tidak layak konsumsi. Karena itu, presiden sudah turun tangan untuk membersihkan Citarum ini," ujar Doni.

Penanganan Citarum ini, memang harus dari hulu ke hilir. Tidak bisa ditangani sendiri. Perlu ada kesadaran masyarakat juga. Termasuk, 50 persennya harus ditangani secara hukum. Supaya, ada efek jera dan sanksi yang tegas. Jika tidak begitu, penanganan Citarum tak akan beres.

Citarum bersih ditarget akan selesai dalam tujuh tahun ke depan. Diharapkan, hulu Citarum akan kembali hijau. Hutan lindung dan hutan konservasinya akan kembali terjaga. Mata airnya juga akan kembali hidup.

Serta, tidak ada lagi rumah tangga, pabrik-pabrik dan rumah sakit yang membuang limbahnya langsung ke sungai. Untuk mengatasi erosi di sepanjang bibir sungai, akan ditanami dengan pepohonan. Targetnya 125 juta pohon akan ditanam. Supaya DAS Citarum hijau kembali.

Sementara itu, Bupati Purwakarta Dadan Koswara, mengaku, kaget saat mendengar paparan dari Pangdam III Siliwangi mengenai dampak pencemaran Citarum tersebut. Termasuk, imbasnya pada budi daya ikan KJA. Pihaknya sangat setuju, bila ikan hasil budi daya di Waduk Cirata maupun Jatiluhur untuk tidak dikonsumsi masyarakat.

"Makanya, saat ini Pemkab Purwakarta dan PJT II Jatiluhur, berupaya untuk men-zero-kan KJA di Waduk Jatiluhur," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement