REPUBLIKA.CO.ID,SYDNEY -- Pemerintah Papua Nugini (PNG) mengumumkan keadaan darurat untuk sejumlah Wilayah Dataran Tinggi yang hancur akibat gempa berkekuatan 7,5 Skala Richter (SR). Australia sudah mempersiapkan bantuan ke daerah-daerah terdampak.
PNG telah mengalokasikan 180 juta dolar AS untuk langkah pemulihan, tetapi pengumuman keadaan darurat ini memungkinkan masuknya jutaan dolar bantuan internasional ke negara yang mengalami kesulitan keuangan tersebut. "Ini bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya di Wilayah Dataran Tinggi. Pemerintah sedang melakukan langkah-langkah untuk mengatasinya," kata Perdana Menteri Peter O'Neill.
Pemerintah Australia menjanjikan 200 ribu dolar AS untuk bantuan dan pengiriman persediaan kebutuhan mendasar seperti terpal, wadah air dan tablet pemurnian air, yang diterbangkan ke lokasi hari ini.
Pemerintah PNG menyatakan pihaknya telah menyalurkan bantuan, namun penduduk di wilayah gempa mengaku belum mendapatkan apa-apa. Euralia Tagobe, seorang warga Kota Tari yang letaknya paling dekat dengan pusat gempa, mengatakan banyak warga yang frustrasi.
"Warga sangat kecewa karena para wakil rakyat kami tidak datang ke lokasi secepat mungkin," katanya.
Para petugas kesehatan mengatakan 10 orang meninggal di Kota Tari, ibukota Propinsi Hela, sementara pejabat setempat William Bando mengatakan lebih banyak lagi korban meninggal di daerah terpencil. "Banyak warga yang terjebak di pegunungan dan terkubur tanah longsor," katanya.
"Gempa ini menelan korban jiwa sekitar 50 orang, menurut laporan yang saya terima, dan menghancurkan banyak rumah," katanya menambahkan.
Dataran Tinggi Selatan
Pihak berwenang di Kota Mendi, ibukota Propinsi Dataran Tinggi Selatan, menyatakan setidaknya 11 warga setempat meninggal dunia. Proyek pembangunan sumber daya PNG terbesar, proyek LNG PNG, berada dalam zona gempa.
Operatornya proyek ini, Exxon-Mobil, menghentikan sementara operasionalnya dan mengevakuasi staf yang tidak berkepentingan. Mereka juga menerbangkan tim penilai bencana ke wilayah tersebut untuk melihat dampaknya terhadap warga setempat.
Perusahaan Oil Search yang terdaftar di Australia juga harus menghentikan operasionalnya dan menarik stafnya dari lokasi. "Kami harus mengevakuasi 20 lebih lokasi, yang melibatkan 600 orang lebih dalam 48 jam terakhir," kata Peter Botten, direktur Oil Search.
"Sekarang kami menangani kebutuhan mendesak masyarakat dengan menyediakan makanan, air, kebutuhan akomodasi dasar dan jika diperlukan dukungan medis bekerja sama dengan Pusat Manajemen Bencana dan Darurat Nasional, pemerintah provpnsi dan mitra kami, termasuk Oil Search Foundation," paparnya.
Industri pengeboran sumberdaya alam kini menghadapi kecaman karena banyak warga setempat yang menyalahkan terjadinya gempa akibat adanya ekstraksi minyak dan gas. Sebagian di antaranya mengancam akan melakukan demonstrasi.
Direktur Divisi Manajemen Geohazards PNG, Chris McKee, berusaha menjelaskan bahwa gempa tersebut tidak terkait dengan aktivitas pengeboran minyak dan gas. "Gempa bumi terjadi jauh di bawah tanah di mana industri minyak dan gas beroperasi," katanya.
"Terjadinya di kedalaman 60 kilometer. Jadi ini lempengan di dasar dan sama sekali tidak terkait dengan industri minyak dan gas bumi," tambahnya.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.