Selasa 06 Mar 2018 04:15 WIB

Objek Wisata Monkey Forest Raup Rp 225 Juta per Hari

Onjek wisata yang dikunjungi 4.500 orang itu menetapkan retribusi Rp 50 ribu.

Monkey Forest, Ubud Bali
Foto: wikipedia
Monkey Forest, Ubud Bali

REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Objek Wisata alam Monkey Forest Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali setiap hari mampu menghasilkan pendapatan mencapai Rp 225 juta. Ini dikarenakan ramainya kunjungan wisatawan yang mencapai sekitar 4.500 orang.

"Objek wisata yang dikelola Desa Adat (Pakraman) Padangtegal, Kecamatan Ubud, Gianyar itu setiap pelancong dikenakan retribusi Rp 50 ribu," kata Bendesa Pakraman Padangtegal, I Made Gendra di Ubud, Senin (5/3).

Objek wisata alam yang dihuni ratusan ekor kera yang menjadi daya tarik pelancong itu cukup sukses dikelola pengurus desa adat setempat dan tidak harus ditangani oleh pihak swasta. Wisata alam ini mulai dikelola dan dikembangkan masyarakat sejak dekade 1970-an.

"Namun dikelola dengan manajemen yang baik dan profesional sejak dekade 1980," ujar I Made Gendra.

Dulu, kedatangan turis masih di bawah 500 orang per hari, kemudian berkembang di atas 1.000 orang per hari, dan kini rata-rata 4.500 turis setiap harinya. Jika lagi musim sepi minimal 4.000 turis per hari. Jika lagi musim ramai maka jumlah turis yang datang bisa mencapai 6.000 orang setiap harinya.

Jika tiket masuk dijual Rp 50 ribu per orang dewasa, dan Rp 40 ribu per orang untuk anak-anak maka pendapatan wisata alam Monkey Forest itu bisa mencapai Rp 225 juta per hari. "Dari 4.500 turis per hari, 70 persen atau 3.150 orang merupakan turis asing, dan 30 persen atau 1.350 orang turis domestik," tambah I Made Gendra.

Monkey Forest Ubud merupakan salah satu unit usaha Desa Adat Padangtegal. Usaha lainnya adalah rumah kompos, pengelolaan iuran sampah untuk pelaku usaha pariwisata, pengelolaan sentral parkir di Ubud. Tak heran, Desa Adat Padangtegal menerima penghargaan Kalpataru atas jasanya mengelola dan melestarikan hutan.

Dari pendapatan usaha Monkey Forest Ubud, Desa Pakraman Padangtegal mampu mengalokasikan dana sekitar Rp 65 juta per bulan untuk menangani masalah sampah. Masyarakat tidak perlu membayar iuran sampah tapi mereka harus memisahkan sampah organik dan non-organik. Jika tidak, maka petugas sampah tidak akan mengambil sampahnya sebagai hukuman.

"Mereka sudah digratiskan biaya iuran sampah tapi wajib memilah sampahnya," tambah Bendesa Padangtegal itu.

Desa Pekraman Padang Tegal Ubud juga memanfaatkan dana sebesar Rp 1,5 miliar yang berasal dari keuntungan Monkey Forest untuk membangun rumah kompos. Rumah kompos ini memberikan edukasi pengelolaan kompos ke masyarakat, berupa tidak membuang, tidak menanam, dan tidak membakar sampah. Lantaran kegiatan ini, Desa Padang Tegal Ubud pada 2017 lalu meraih penghargaan desa terbaik pengelolaan sampah.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement