REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri mengatakan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri The Family MCA (Muslim Cyber Army) mengandung motif politik. Meski belum menyebut adanya tokoh tertentu, Kepala Satgas Nusantara Irjen Gatot Eddy Pramono memastikan, pihaknya akan menindak tegas siapapun termasuk politikus yang terlibat dalam kejahatan siber ini.
"Tentunya kita akan lakukan itu (tindak tegas politikus). Saya sudah katakan tadi, bahwa polisi itu melakukan penegakan yang berkeadilan, tidak berpihak kepada kepentingan apapun," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Senin (5/3).
Lebih lanjut, Gatot menyatakan, pihaknya masih terus mengembangkan kasus penyebaran hoaks dan ujaran kebencian ini. Polisi juga memastikan akan menindak tegas kelompok-kelompok lain yang melakukan hal serupa. "Satgas ini belum berhenti, kita sudah membentuk tim-tim dan ini juga akan mendalami hasil yang sudah kita dapatkan tadi," katanya.
Namun, Polri juga belum berhasil menemukan adanya petunjuk terkait aliran dana di kelompok MCA ini. ''Kita masih mendalami semuanya. Kita belum bisa sampaikan ke teman-teman. Nanti kalau sudah selesai semuanya akan kita sampaikan," ucap Gatot.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali menangkap salah satu pelaku dari kelompok penyebar ujaran kebencian di media sosial (medsos) yang menamakan diri The Family MCA (Muslim Cyber Army).Pelaku tersebut diketahui bernama Bobby Gustiono, Ahad (4/3).
Sedangkan sebelumnya sejumlah tersangka ditangkap serentak pada Senin (26/2). Muhamad Luth (40 tahun) ditangkap di Sunter, Jakarta Utara. RSD (35 tahun) ditangkap di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung. RS ditangkap di Jembrana, Bali. Sedangkan Yus ditangkap di Sumedang Jawa Barat. Tersangka lain ditangkap di Palu dengan inisial RC, dan seorang lagi di Yogyakarta.
Mereka disebut menyebarkan berita hoaks dengan rasa ujaran kebencian sesuai dengan isu yang berkembang dan bernada provoka. seperti isu kebangkitan PKI, penculikan Ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu. Selain ujaran kebencian, sindikat ini ditenggarai juga mengirimkan virus kepada kelompok atau orang yang dianggap musuh. Virus ini biasanya merusak perangkat elektronik penerima.
Mereka terancam dikenai pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU ITE 11/2008 ITE, pasal jo pasal 4 huruf b angka 1 UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau pasal 33 UU ITE.