REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menilai verifikasi faktual partai politik yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah putusan Mahkamah Konstitusi memiliki kelemahan. "Memang verifikasi faktual parpol khususnya pascaputusan MK memiliki cacat yang sulit ditutupi,” kata dia, Selasa (6/3).
Dia menerangkan cacat tersebut terkait teknik pengambilan sampling anggota partai politik di daerah. “Sampling lima persen yang ditarik oleh parpol samplingnya dan anggota sample yang dihadirkan tak sesuai dengan ketentuan UU no 7 tahun 2017," kata dia.
Kaka suminta menegaskan dalam UU tersebut mengamanatkan anggota partai politik sekurang-kurangnya 1000 atau satu per 1000 jiwa penduduk. "Itu tak bisa ditafsirkan dengan sample apalagi sample yang dilakukan tak memenuhi syarat dan metodologi mana pun untuk memenuhi amanat UU," katanya.
Sebelumnya, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mewajibkan semua partai politik diverifikasi faktual. Untuk pelaksanaan verifikasi faktual tersebut, KPU menggunakan sampling lima persen dalam memverifikasi keanggotaan partai politik.
Hal ini menurut KPU karena tidak ada tambahan anggaran pasca putusan MK tersebut, untuk memverifikasi secara penuh keanggotaan partai politik. Seperti tertuang dalam UU No 7/2017 tentang pemilu, jumlah keanggotaan parti politik minimal 1000 atau satu per seribu penduduk.