REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mau mendengar pernyataan resmi DPR terlebih dahulu sebelum menerbitkan Peraturan Pengganti Perundang-undang (Perppu) terkait Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Sebelum mendengarkan pernyataan resmi DPR, Fahri juga menyarankan agar Jokowi memperbaiki manajemen politik dan jalur komunikasi dengan partai pendukung.
"Kalau menurut saya sih ya, presiden kumpulkan partai pendukungnya dulu. Habis dengar partai pendukung, baru dengar pimpinan DPR," kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/3).
Fahri mengatakan Jokowi perlu melakukan perbaikan manajemen politik dan jalur komunikasi lantaran partai pendukung pemerintah juga ikut dalam pembahasan UU MD3. Bahkan, dia mengklaim, hampir semua partai pendukung Jokowi juga menyetujui perubahan UU MD3 tersebut.
Setelah berkomunikasi dengan parpol koalisi, dia menambahkan, Jokowi bisa mendengarkan DPR. Menurut dia, pimpinan DPR telah dua kali mengirim surat rapat konsultasi, tetapi belum ada respons terkait surat tersebut.
Fahri pun menyayangkan tindakan Jokowi yang belum memberikan respons. Ini, dia memandang, justru akan membuat Presiden seolah-olah bisa dipengaruhi oleh orang dari luar, khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), terkait beberapa pasal yang menjadi kontroversi.
"Presiden kan tidak mau dengar dari DPR, cuma mau dengar dari LSM. Yasudah lah, kelola aja negara ini dengan LSM," kata Fahri mengeluarkan kritikannya.
Fahri menambahkan penerbitan Perppu bukan opsi terkait UU MD3 yang sudah disahkan oleh DPR pada Februari lalu. Sebab, dia menyatakan, tak ada unsur kegentingan bagi presiden untuk menerbitkan Perppu MD3.
“Politik itu ya dia ngomong dong sama partainya. Orang partainya yang dukung dia di sini (di Parlemen) juga kok. Kalau mau dengar informasi resmi ya dengar dong pimpinan DPR, kok ini dengar LSM," kata Fahri menegaskan.