REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Akbar Tanjung menolak calon tunggal atau hanya satu pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada pemilihan presiden 2019. Menurut dia, calon tunggal mengurangi kompetisi dari demokrasi Indonesia.
Akbar Tanjung hadir pada pertemuan dan diskusi bersama jajaran pengurus Solidaritas Muslim Alumni (Solusi) UI, di Sekretariat Akbar Tanjung Institute, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (6/3). "Kita harus menyuarakan makna dan tujuan demokrasi. Dalam demokrasi harus ada kompetisi. Karena itu, dalam pemilihan presiden di 2019 mendatang, jangan sampai ada pemilihan calon tunggal," kata Akbar Tanjung, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (7/3).
Ia menilai jika hanya calon tunggal maka rakyat dipaksa memilih yang ada, meskipun tidak sesuai dengan hati nuraninya. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan demokrasi yang harus ada kompetisi.
Ia pun menyambut baik rencana solusi untuk mengadakan konvensi capres 2019. Akbar menilai hal tersebut merupakan salah satu ikhtiar mencegah calon tunggal dalam pilpres 2019.
Melalui konvensi tersebut, ia juga berharap dapat mendorong orang-orang berkualitas dan berintegritas. Hal tersebut nantinya akan dapat memberikan alternatif pilihan pemimpin bagi rakyat Indonesia.
"Solusi UI harus menggandeng partai poliitik yang lolos Pemilu 2019 serta harus menggandeng partai politik peserta Pemilu 2014 yang saat ini memiliki kursi di DPR RI,” kata dia.
Ada 10 partai yang meloloskan wakilnya ke DPR, yakni Partai Nasdem, PKB, PKS, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, dan Partai Hanura. Sementara, partai yang akan mengikuti kontestasi Pemilu 2019, selain 10 partai yang kini ada di parlemen, yakni PKPI, PSI, Perindo, PBB, Partai Garuda, dan Partai Berkarya.
Komunikasi partai-partai tersebut terkait dengan ambang batas mengajukan pasangan capres-cawapres atau presidential threshold yang termuat dalam Pasal 222 UU Pemilu. Akbar menyebutkan, untuk bisa mendukung adanya capres selain Joko Widodo, partai politik minimal harus memiliki 20 persen kursi di DPR RI periode 2014-2019.
Syarat lainnya, yaitu pasangan capres dan cawapres tersebut memiliki perolehan suara dalam Pemilu 2014 sebesar 25 persen.