Kamis 08 Mar 2018 11:16 WIB

Pimpinan Britain First Ditahan Karena Kejahatan Kebencian

Mereka dinilai hakim menunjukan permusuhan terhadap Muslim.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Agung Sasongko
Poster Islamofobia ilustrasi
Foto: Onislam
Poster Islamofobia ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemimpin kelompok sayap kanan Britain First dipenjara karena serangkaian kejahatan kebencian terhadap umat Islam. Dilansir di The Guardian pada Rabu (7/3), pemimpin kelompok tersebut Paul Golding, dijatuhi hukuman 18 minggu penjara.

Sementara wakilnya, Jayda Fransen dijatuhi hukuman 36 minggu penjara. Keduanya terbukti bersalah melakukan pelecehan, diperparah menyertakan agama, di Pengadilan Folkestone pada hari yang sama.

Para terdakwa ini tidak menggunakan hak mereka untuk kebebasan berbicara, tetapi justru sebaliknya, justru memperparah pelecehan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bersalah, kata jaksa di pengadilan.

Mereka berdua ditangkap pada Mei tahun lalu sebagai bagian dari investigasi distribusi selebaran dan video daring yang dikirim saat persidangan di Pengadilan Canterbury di bulan yang sama. Tiga pria Muslim dan remaja dihukum karena perkosaan dan dipenjara sebagai hasil proses persidangan tersebut.

Hakim Justin Barron mengatakan kata-kata dan tindakan Golding dan Fransen menunjukkan permusuhan terhadap Muslim dan kepercayaan Muslim.

“Saya tidak ragu, ini adalah niat bersama mereka untuk menggunakan fakta-fakta kasus (Canterbury) untuk tujuan politik mereka sendiri. Itu adalah kampanye untuk menarik perhatian ras, agama, dan latar belakang imigran terdakwa, tutur Barron.

Keduanya dihukum karena insiden di Ramsgate, di Kent, di mana Fransen menggedor jendela dan pintu sebuah toko sembari menjerit "pedofil" dan "orang asing". Terdapat dua anak sedang bermain, dan Jamshed Khesrow, seorang teman pemilik toko tersebut.

Hakim menolak tuduhan kedua terhadap pasangan tersebut atas sebuah insiden yang diduga terjadi di luar Pengadilan Canterbury pada hari itu.

Fransen dihukum atas tuduhan lain terkait kunjungan ke sebuah rumah yang menurutnya salah sebagai alamat terdakwa dalam Persidangan Canterbury, Sershah Muslimyar.

Golding dibersihkan dari tuduhan mengunggah video kejadian itu. Fransen dihukum pada penghitungan ketiga atas sebuah insiden di rumah Tamin Rahmani, di mana dia meneriakkan pelecehan rasis melalui pintu depan, sementara pasangannya yang hamil berada di dalam.

Kepala Kejaksaan Jaswant Narwal mengatakan korban mengalami kesusahan akibat pelecehan yang diikuti oleh tekanan tambahan, saat rekaman diunggah ke internet.

Britain First terkenal karena sikap supremasi dan anti Muslimnya yang ekstrem di masa lalu. Fransen memperoleh ketenaran ketika video rasial yang dia terbitkan di Twitter telah di retweet oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Namun, nyatanya hasil penyelidikan mengungkapkan tak ada peristiwa yang dituduhkan Frasen dalam unggahannya. Peristiwa itu menyebabkan keretakan antara Trump dan Perdana Menteri Inggis Theresa May. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement