REPUBLIKA.CO.ID, JATINANGOR -- Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri mendapat gelar Doktor Honoris Causa di bidang politik pemerintahan dari Institusi Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Gelar tersebut diberikan saat upacara sidang terbuka penganugerahan gelar kehormatan, Kamis (8/3) yang dihadiri oleh berbagai tokoh politik dan tokoh pemerintahan.
Dalam pidatonya, Ketua DPP PDI-Perjuangan tersebut sedikit membahas tentang perempuan zaman now alias saat ini. Hal itu merespons peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Kamis (8/3). Menurutnya, gairah perempuan Indonesia saat ini untuk berkecimpung di dunia politik cenderung menurun.
"Ada sebuah fenomena, setelah merdeka kaum perempuannya surut (bergerak) di bidang politik. Beda dengan ibu-ibu kita (dulu) yang masih berjuang, sangat terlihat gairah berkiprah di bidang politik," ujarnya kepada ratusan orang yang hadir dalam upacara penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa kepada dirinya dari IPDN, Kamis (8/3).
Ia menuturkan, dampak dari minimnya keterlibatan perempuan dalam politik membuat jatah 30 persen untuk perempuan yang hendak maju sebagai calon legislatif sulit terpenuhi. Hal itu katanya terjadi hampir di seluruh partai politik.
"Niat memberikan kuota 30 persen itu sangat baik. Tapi, di lapangan sangat sulit hari ini untuk mencari kaum wanita yang mau terjun di bidang politik. Alasannya sungguh memprihatinkan," ungkapnya.
Kemudian dirinya menceritakan keinginan anak perempuannya yang ingin terjun ke politik dan berhasil memiliki karier politik yang bagus. Namun katanya di perjalanan, anaknya tersebut memilih untuk berhenti di bidang politik.
"Anak perempuan saya datang dan dengan penuh maaf mengatakan ingin mengundurkan diri di dunia politik. Saya tanya kenapa? Karier politikmu bagus. Di dalam keluarga saya, suami saya bilang harus memilih antara suami dan karier politik. Di situ saya lemah karena tidak bisa bersuara memberikan usul dan saran. Karena itu masuk ranah keluarga," ungkapnya.
Megawati mengungkapkan jika hak perempuan dan laki-laki dalam bidang politik memiliki hak yang sama. Namun, pada kenyataan di lapangan keadaaannya berbeda.