REPUBLIKA.CO.ID, SRI LANKA -- Ratusan warga Buddha Sinhala datang berteriak-teriak sambil membawa tongkat, batu dan bom molotov saat tiba di kota bukit Ambatenna di Sri Lanka pada Rabu (7/3).
Puluhan polisi dan tentara melihat tanpa daya, saat massa merusak dan membakar rumah dan toko bisnis Muslim di daerah kota Welekada. "Kami sangat takut," kata Fathima Zameer seperti dikutip dari Aljazirah, Kamis (7/3).
Ia mencengkeram bayi berusia tiga minggu saat dia menceritakan kekerasan yang terjadi di lingkungannya pagi itu. "Kami tidak punya tempat untuk pergi, mereka memecahkan semua jendela di rumah saya, seluruh rumah kami terbakar."
Massa berjumlah antara 200 dan 500 orang menyergap Welekada melanggar jam malam polisi dan keadaan darurat yang diberlakukan oleh Presiden Maithiripala Sirisena sehari sebelumnya untuk memadamkan kerusuhan anti-Muslim yang dimulai di distrik dataran tinggi Kandy selama akhir pekan.
Di Welekada, perusuh merusak setidaknya 15 rumah milik minoritas Muslim Sri Lanka dan sebuah masjid. Empat bangunan dan beberapa kendaraan juga dibakar.
Serangan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya konflik dan ketidakstabilan di Sri Lanka, kurang dari satu dekade setelah negara kepulauan Asia Selatan ini mengakhiri perang saudara berdarah dengan separatis Tamil.
Gelombang kekerasan bernuansa SARA ini bermuka ketika seorang pria dari mayoritas Buddha Sinhala dilaporkan meninggal dunia setelah dipukuli oleh sekelompok pria Muslim karena kecelakaan lalu lintas di kota Teledeniya di Kandy.
Baca juga, Kekerasan Anti-Muslim Sri Lanka di Ambang Batas.
Keesokan harinya, ratusan umat Buddha Sinhala, kebanyakan orang luar, menuju Kandy dan menyerang dan membakar puluhan bisnis Muslim, rumah dan masjid. Mayat seorang pria Muslim berusia 23 tahun ditemukan di sebuah bangunan yang terbakar, dan pemerintah, karena takut akan lebih banyak kekerasan, memberlakukan keadaan darurat pada Selasa (6/3).
Pemerintah juga mengerahkan tentara dan memperpanjang jam malam polisi di wilayah tersebut. Namun kekerasan terus berlanjut. "Bermalam pada Rabu, beberapa insiden dilaporkan terjadi di empat kota," kata Ruwan Gunasekara, juru bicara kepolisian.
Tiga petugas polisi terluka dalam bentrokan di Menikhinna. Kemudian pada hari itu, Ambatenna diserang dan seorang pria Sinhala terbunuh di sana setelah granat tangan yang dibawanya meledak.