REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan Muhammadiyah tidak melarang atau menganjurkan Muslimah mengenakan cadar. Tetapi, menurutnya, pelarangan penggunaan penutup muka di kampus seharusnya tidak dilakukan.
"Tentu kami menghormati kelompok yang memiliki tafsir berbeda, itulah kayanya khazanah Islam," kata Dahnil kepada wartawan di Jakarta, Jumat
Dia mengatakan larangan cadar di kampus UIN Sunan Kalijaga tergolong polemik furuiyah atau persoalan-persoalan cabang dalam agama. Hal itu seharusnya tidak terjadi karena bukan persoalan besar jika tidak dipertajam dengan adanya kebijakan pelarangan cadar di kampus.
Muhammadiyah, kata dia, sejatinya memiliki pandangan tertentu terkait cadar bagi Muslimah. Muhammadiyah tidak bersepakat penggunaan cadar karena batas aurat untuk perempuan adalah wajah dan telapak tangan. Jadi dalam fiqh yang dipahami Muhammadiyah tidak ada kewajiban mengenakan cadar.
Tetapi dia tekankan bahwa meski Muhammadiyah tidak melarang, tetapi pelarangan penggunaan cadar di kampus justru memicu persoalan lain. "Saya sangat sayangkan polemik furuiyah masih menjadi masalah di negeri yang mayoritas Islam, yang memang pada dasarnya memang berbeda-beda, toh tidak ada larangan bercadar dalam Islam," kata dia.
Dia sangat menyayangkan pelarangan cadar di kampus itu justru datang dari universitas Islam yang seharusnya memahami dengan baik terkait keberagaman tafsir dalam Islam. "Bagi saya UIN Yogyakarta, kehilangan kesejatian universitas, di mana universitas adalah rumah dari universalitas nalar ilmiah, di mana setiap gagasan, ide dan pemikiran saling bertarung satu dengan lainnya untuk menunjukkan keunggulannya," kata dia.
"Jadi bila ada yang takut, bahkan bertindak 'fasis' terkait dengan perbedaan tersebut, terang universitas kehilangan keuniversalitasannya dan menegasikan keberagaman produk pemikiran," kata Pendiri Madrasah Antikorupsi itu.