Senin 12 Mar 2018 02:11 WIB

Partai Berkarya Diragukan Tembus Ambang Batas Parlemen

Tidak mudah untuk menembus ambang batas parlemen empat persen.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto (kedua kanan) didampingi Ketua Dewan Pertimbangan Tedjo Edhy Purdijatno (kanan) menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III Partai Berkarya di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (10/3). Rapimnas yang akan berlangsung hingga 13 Maret tersebut membahas strategi pemenangan Partai Berkarya di Pemilu Legislatif dan posisi politiknya pada Pilpres 2019.
Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto (kedua kanan) didampingi Ketua Dewan Pertimbangan Tedjo Edhy Purdijatno (kanan) menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III Partai Berkarya di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (10/3). Rapimnas yang akan berlangsung hingga 13 Maret tersebut membahas strategi pemenangan Partai Berkarya di Pemilu Legislatif dan posisi politiknya pada Pilpres 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Berkarya memiliki sejumlah pekerjaan yang cukup berat setelah dinyatakan berhak mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, tapi masih memiliki sejumlah pekerjaan yang cukup berat. Salah satunya adalah menaikkan elektabilitas partai untuk bisa menembus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen. 

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari meragukan Partai Berkarya bisa menembus ambang batas tersebut. "Untuk sementara kelihatannya sulit soalnya tidak mudah untuk menembus angka empat persen. Kita lihat dari pengalaman partai-partai seperti PBB dan PKPI yang sudah beberapa kali ikut pemilu itu gagal yang kedua partai baru yang tidak lolos," kata Qodari saat dihubungi melalui sambungan telepon, Ahad (11/3).

Qodari mengatakan memang ada partai baru yang berhasil lolos ke parlemen pada penyelenggaraan pemilu sebelumnya seperti Partai Demokrat pada 2004. Contoh lainnya, yakni Partai Nasdem yang menjadi partai baru dan berhasil lolos ke parlemen pada Pemilu 2014. 

Kendati demikian, dia menjelaskan, kedua partai itu memiliki kekuatan untuk mengantarkan ke parlemen. Pada 2004, meski berstatus sebagai partai baru, Demokrat memiliki calon presiden yang sangat populer yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sementara NasDem, dia menerangkan, berangkat dari organisasi masyarakat yang sudah memiliki kekuatan sebelum maju ke politik.  “Sebagai ormas, dari sini sudah kelihatan kekuatannya seperti apa, sehingga bisa membuat kegiatan-kegiatan yang besar. Mereka juga punya tokoh-tokoh populer, tapi Partai Berkarya ini tokohnya masih minim sekali," terangnya.

Qodari menambahkan belum mengetahui secara pasti mengenai kekuatan politik Partai Berkarya. Jika menilik hasil survei, elektabilitas Tommy masih sangat kecil. 

Kendati demikian, jika Ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto sangat serius menggali potensi pemilih maka kemungkinan bisa tembus ambang batas parlemen. Jika Tommy memiliki logistik yang tepat dan menggaet tokoh-tokoh populer maka tidak menutup kemungkinan Partai Berkarya bisa melenggang ke Senayan. 

"Kalau kita bicara ketokohan, Partai Berkarya ini di tingkat nasional ini masih kecil. Akan tetapi, kita belum tahu, kalau tiba-tiba ada senjata rahasia atau menurunkan logistik itu serius. Kuncinya ada di Tommy," kata Qodari.

Tommy juga bisa menjual nama besar bapaknya, yakni Presiden ke-2 Soeharto, untuk modal kampanye. Apalagi masih banyak rakyat Indonesia yang mengidolakan kepemimpinan Soeharto. Hanya saja, masyarakat juga memiliki penilaian bahwa kepemimpinan Soeharto belum tentu sama dengan anaknya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement