REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, memprediksi pertarungan di ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan lebih seru dibanding lima tahun lalu. Sebab, semakin banyak pihak yang merasa percaya diri untuk maju ke ‘arena’, dari orang berlatar belakang militer, sosok Islami hingga anak mantan presiden.
Untuk pertarungan ini, Yunarto melihat, karakter kepemimpinan masih menjadi faktor terbesar yang diperhatikan pemilih. "Ada beberapa pilihan, di antaranya sosok seperti Jokowi yang cenderung berbeda dibanding bangsawan politik, atau pemimpin dari kalangan militer seperti Prabowo dan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (13/3).
Keragaman latar belakang di Pilpres 2019 terjadi bukan tanpa alasan. Menurut Yunarto, perubahan perilaku pemilih yang terjadi sejak 2012 menjadi faktor penyebabnya. Saat itu, masyarakat tidak lagi memilih dari kalangan bangsawan politik, melainkan bergeser ke profesional dan kepala daerah yang memang sudah berhasil.
Dari pergeseran ini, muncul nama seperti Ridwan Kamil, Risma, Ganjar Pranowo hingga Sri Mulyani ke tengah masyarakat. "Pada 2019, kita akan melihat, apakah masyarakat tetap memilih sosok yang cenderung berbeda dibanding bangsawan politik atau tetap kembali ke bangsawan politik," ucap Yunarto.
Sementara itu, menurut pengamat politik dari Universitas Paramadina, Toto Sugiarto, Pilpres 2019 merupakan season kedua atau lanjutan dari pemilu lima tahun lalu. Meski banyak nama yang muncul untuk persaingan, momentum pemilu tahun depan akan kembali terpusat pada dua sosok, yakni Prabowo dan Jokowi.
Bagi Jokowi, Pilpres 2019 merupakan ajang untuk memastikan bahwa dirinya tetap layak sebagai pemimpin. "Sementara itu, dari sudut pandang Prabowo, Pilpres tahun depan menjadi momentum pembuktian bahwa pemimpin saat ini kurang tepat. pilpres tahun depan akan menarik," ucap Toto.