REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah sebelumnya muncul polemik mengenai rencana larangan cadar di lingkungan kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, kini larangan cadar kembali muncul di kampus IAIN Bukittinggi, Sumatera Barat. Terkait ini, Ketua Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Slamet Maarif sangat mengecam dan menyayangkan peraturan pelarangan cadar di lingkungan kampus tersebut.
Menurutnya, larangan itu sebuah kebijakan yang konyol. Dalam pernyataannya, ia juga menyebut pejabat IAIN tersebut terindikasi mengidap islamofobia sehingga takut terhadap syariat Islam. Ia mengatakan memakai cadar tidak merugikan siapa atau apa pun juga.
"Hukum benarnya memakai cadar bisa kami pertanggungjawabkan karena ulama berbeda pendapat tentang memakai cadar bagi Muslimah dewasa hanya berputar antara mustahab (sunnah) dan wajib. Artinya, cadar bukan barang haram," kata Slamet, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Rabu (14/3).
Slamet mengatakan, anggapan memakai cadar bisa mengganggu proses belajar mengajar tidak bisa diterima dengan akal sehat. Menurutnya, proses belajar-mengajar tanpa melihat wajah mahasiswi atau dosen tetap bisa berlangsung.
Dalam belajar bahasa Inggris misalnya, ia mengatakan pembelajaran tanpa melihat gerak bibir tetap bisa dilakukan dengan mendengarkan tape recorder. Ia menilai alasan tidak dapat melihat gerak bibir dalam proses pembelajaran itu sama sekali tidak logis.
Ia mengatakan, memakai cadar adalah bagian dari hak individu manusia untuk berekspresi yang tidak boleh diganggu. Dalam hal ini, ia menegaskan kaum intelektual seharusnya memahami kaidah kebebasan demikian agar dapat bertindak secara bijaksana.
"Dalam konteks ini saya ingin bertanya, kenapa lembaga intelektual jadi terkesan sudah tidak intelek lagi. Ada apa?" ujarnya.
Sebagai bangsa yang berdaulat, Slamet mengatakan masyarakat diberi kedaulatan menggunakan hak-hak individu selama itu tidak menimbulkan madharat. Ia menambahkan, hak-hak individu tersebut seharusnya tidak dibatasi sepanjang tidak menimbulkan kerusakan yang dapat dibuktikan secara empiris.
"Kalau hanya dikira-kira saja, atau dilihat dari satu sudut saja tentu akan selalu terjadi keriuhan kehidupan berbangsa dan bernegara," tambahnya.
IAIN Bukittinggi menerbitkan imbauan bagi dosen dan mahasiswinya untuk tidak mengenakan cadar di lingkungan akademik. Hal ini dituangkan dalam Surat Edaran tertanggal 20 Februari 2018 yang ditandatangani Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi. Kebijakan itu berdampak pada penonaktifan pengajar Bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Hayati Syafri. Ia dianggap melanggar disiplin berpakaian bagi dosen.