REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Sapto Andika Candra, Novita Intan
Pemakaian cadar terus menimbulkan polemik di beberapa kampus di Indonesia. Uniknya, polemik itu muncul di kampus-kampus Islam. Kasus terakhir terjadi di Bukittinggi, Sumatra Barat. Kementerian Agama hingga Ombudsman Indonesia pun ikut turun tangan untuk menangani kasus ini.
Ombudsman Perwakilan Sumatra Barat akan mendatangi kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi dalam waktu dekat. Kedatangan Ombudsman ke IAIN Bukittinggi untuk menindaklanjuti laporan Dr Hayati Syafri, seorang dosen bahasa Inggris di fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan, yang tidak diberikan jam mengajar karena keputusannya mengenakan cadar.
Pelaksana Tugas Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar, Adel Wahidi, mengungkapkan, dalam sidang pleno diputuskan bahwa laporan Hayati memenuhi syarat formal dan materiil untuk masuk ke tahap pemeriksaan. Karena itu, pekan depan Ombudsman menjadwalkan pemeriksaan terhadap pihak IAIN Bukittinggi.
Menurut Adel, kunjungan ke IAIN Bukittinggi guna meminta keterangan dekan dan rektor terkait kebijakan pengaturan pengenaan cadar di dalam lingkungan kampus. Ombudsman akan melihat adanya celah malaadministrasi pihak kampus dalam menerbitkan imbauan bagi civitas akademika dalam berbusana.
“Khususnya yang berkaitan dengan cadar. Apalagi, imbasnya adalah tidak diberikannya jam mengajar bagi Hayati berlaku per semester genap tahun ajaran 2017/2108 ini,” ujar Adel di Padang, Kamis (15/3).
Ombudsman, Adel melanjutkan, ingin agar kasus ini bisa segera diselesaikan karena menyangkut kondusivitas kegiatan belajar mengajar di lingkungan kampus. Apabila dalam satu kali pemeriksaan Ombudsman sudah bisa menerbitkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP), dalam laporan itu akan dituangkan kesimpulan guna menentukan rektor sudah melakukan perbuatan malaadministrasi atau tidak.
Mengenai kebijakan cadar tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat memilih untuk menyerahkan sepenuhnya masalah itu kepada pimpinan kampus IAIN Bukittinggi. Wakil Gubernur Sumatra Barat, Nasrul Abit, menyatakan, perkara pengenaan cadar harus melibatkan para ahli, yakni para alim ulama.
Ia percaya bahwa apa pun kebijakan yang diambil kampus telah melalui pembahasan dan pertimbangan dari para ulama. “Kami dari pemerintah tidak berani komentari ini karena ini urusan para alim ulama. Bukan ranah kami berikan pendapat,” ujar Nasrul.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pihaknya akan mendalami permasalahan pelarangan cadar tersebut. Menag berencana akan mengirimkan tim untuk mempelajari keputusan pelarangan cadar yang menimpa Dr Hayati Syafri.