REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Sebagian pedagang pasar Banjaran, Kabupaten Bandung mengeluhkan keberadaaan pasar tumpah yang tersebar di beberapa titik. Mereka merasa dirugikan dengan keberadaannya dan membuat omzet pedagang menurun karena pembeli lebih banyak belanja di pasar tumpah.
Salah seorang pedagang telur di Pasar Banjaran, Dadang Suparmin (46 tahun), mengaku pendapatannya mengalami kemerosotan mencapai 50 persen termasuk pedagang lain. Hal itu terjadi sejak adanya pasar tumpah. Katanya, saat ini hanya sanggup menjual 3-5 kuintal telur ayam tiap hari. Padahal, sebelum itu bisa dua kali lipat.
"Sejak ada pasar tumpah, pembeli berkurang. Mereka yang biasa beli ke sini jadi ke pasar tumpah. Kita sisanya saja," ujarnya, Selasa (20/3). Katanya, pasar tumpah di pasar Banjaran berada tepat di depan komplek Pasar dan Terminal Banjaran.
Ia menuturkan, sekitar awal 2000an selepas magrib hingga tengah malam di pinggiran jalan pasar penuh dengan pedagang sayuran. Sementara pada dini hari, pedagang pasar tumpah membuka lapak di sepanjang jalan yang memanjang sekitar 300 meter.
Staf UPT Pasar Banjaran, Asep Deni menambahkan, jumlah pedagang yang berjualan di pasar tumpah mencapai 400 orang. Beberapa diantaranya adalah pedagang resmi pasar yang ikut membuka lapak berasal dari Banjaran, Cikalong, Arjasari, hingga Pangalengan.
Ia menuturkan, jumlah pedagang pasar tumpah hampir setengah dari total pedagang resmi yang terdaftar. Katanya terdapat 1.083 pedagang resmi pasar yang memiliki luas kurang lebih 20 ribu meter persegi.
"Kami sering tertibkan pasar tumpah bahkan sampai bertengkar. Tapi susah diatur karena ini masalah urusan perut," katanya.
Keluhan pedagang terhadap pasar tumpah terjadi pula di Pasar Majalaya. Keberadaan pasar tumpah pada hari Minggu di kawasan Jalan Anyar membuat sebagian pembeli tersedot. Imbasnya pendapatan pedagang di pasar ini menurun.