Jumat 30 Mar 2018 16:52 WIB

Cakada Bermasalah, Revisi UU Pilkada tak Memungkinkan

Henry memastikan revisi UU Pilkada tidak mungkin selesai hingga pilkada digelar

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Henry Yosodiningrat pesimistis Revisi Undang-undang Pilkada untuk mengatur pergantian calon kepala daerah berstatus tersangka dapat dilakukan. Itu karena revisi UU tidak memungkinkan bisa selesai hingga pelaksanaan Pilkada 2018 selesai.

Menurutnya, jika pun revisi dilakukan untuk periode berikutnya, masih ada UU lain yang lebih prioritas untuk dilakukan perubahan. "Saya berani pastikan revisi tidak mungkin selesai sebelum tanggal pemungutan suara. Itu tinggal puluhan hari. Ya sudah seperti ini saja, mau bagaimana lagi," ujar Henry saat dihubungi wartawan, Jumat (30/3).

Ia melanjutkan, terlebih setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sudah tertutup kemungkinan diterbitkan oleh Pemerintah. Pertama, selain karena Pemerintah menolak, unsur kedaruratan saat ini juga belum terpenuhi untuk Perppu.

Sementara jika dengan revisi Peraturan KPU (PKPU), seperti saran Pemerintah, Henry pun menilai tidak bisa dilakukan oleh KPU. "Makanya agak pesimistis itu, waktu tinggal beberapa hari itu nggak mungkin. Sudah serba terlanjur. PKPU nggak boleh bertentangan UU, kalau pun ada aturan KPU membolehkan itu kan bertentangan dengan UU," ujar Henry.

Henry menegaskan, aturan itu memang salah kaprah sejak awal. Menurutnya, meski penetapan tersangka harus mengacu asas praduga tidak bersalah, namun perlu disadari bahwa ada kemungkinan ia juga bersalah.

Jika calon tersebut terpilih oleh suara mayoritas masyarakat, harus tetap diberhentikan ketika ada kekuatan hukum tetap. Padahal Pilkada tersebut telah menghabiskan uang rakyat yang membuat rakyat yang paling dirugikan. "Itu salah kaprah dari awal," katanya.

Namun demikian, ia menilai tidak banyak yang bisa dilakukan saat ini. Ia justru menyoroti penetapan tersangka oleh penegak hukum dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan pada saat calon kepala daerah sudah ditetapkan dan tidak dapat diganti oleh Partai politik mengusung.

"Kenapa enggak dulu-dulu, kenapa baru sekarang KPK. ini ada apa? kecuali kalau dia tertangkap tangan, atau melakukan dalam kurun waktu ini, masih masuk akal. kalau tindak pidana itu terjadi udah 7 tahun lalu dan dia nggak pernah ada penyidikan dan penyelidikan, lalu ketika dia maju kok malah ke tersangka," kata Henry.

Karenanya ia berharap, agar dalam penegakan hukum kepada calon kepala daerah mengedepankan profesional dan berkeadilan. "Harapan saya dalam proses penegakan hukum yang profesional dan berkeadilan. Selama ini mengatakan profesional tapi kalau nggak berkeadilan nggak ada gunanya," ungkapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement