REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam bahasa Arab, penjara memiliki arti menahan, yang dimaksud sebagai tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi dari segala kebebasan karena suatu pelanggaran dan tuduhan. Penjara sendiri telah diterangkan sejak masa Nabi Yusuf AS, seperti firman Allah SWT dalam Alquran.
"Yusuf berkata: Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada meme nuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika Engkau hindarkan daripada aku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." (QS Yusuf: 33).
"Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua: "Terangkanlah keadaan ku kepada tuanmu.' Maka setan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya (karena itu, tetaplah Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya." (QS Yusuf: 42).
Selain itu, dalam surah al-Maidah ayat 33, Allah juga menyiratkan hukuman penjara sebagai salah satu balasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, yang berbunyi: "Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat ke rusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tem pat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk me reka di dunia dan akhirat mereka beroleh siksaan yang besar" (QS al-Maidah: 33).
Adapun penampilan penjara pada zaman Rasulullah SAW sangat berbeda dengan penjara saat ini. Penjara seka rang berbentuk sebuah bangunan dengan pagar menjulang serta pintu dan jendela yang terbuat dari susunan besi. Pada masa Rasulullah, penjara bukan berbentuk tempat khusus karena pe langgar hanya akan diikat di pagar.
Namun, seiring berkembanganya zaman dan semakin banyaknya pelanggar, saat pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, terbentuklah penjara per tama yang terletak di Makkah. Penjara tersebut merupakan rumah dari Shaf wan bin Umayyah yang dibeli dengan harga 4.000 dirham. Sayidina Ali bin Abi Thalib dalam pemerintahannya juga membangun langsung tempat yang disebut sebagai Penjara Nafi'. Namun, karena bangunannya yang tidak kokoh, banyak tahanan yang melarikan diri. Maka, dibangunlah kembali penjara yang diberikan nama Mukhayyis dan disebut sebagai bangunan penjara (bukan rumah) pertama dalam sejarah Islam.
Meski diibaratkan sebagai tempat yang dipenuhi persepsi negatif, nyatanya penjara bukan hanya tempat bagi orangorang yang menyalahi peraturan karena penjara juga kerap digunakan untuk mem bungkam orang-orang yang berani menyuarakan kebenaran atau menentang pemerintah atau rezim. Beberapa tokoh Muslim bahkan pahlawan Indo ne sia, seperti Imam Ahmad, Sa'id bin Jubair, Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, dan Buya Hamka juga pernah me rasakan pengapnya penjara karena ketegasan mereka menolak kezaliman pe nguasa.
Mereka juga membuktikan bahwa penjara hanya mengurung jasmani, melainkan juga pikiran maupun dedikasi mereka untuk mengubah peradaban. Buya Hamka salah satunya, yang ber ha sil menjadikan penjara sebagai tempat yang nyaman untuk mengembangkan pe mikirannya untuk peradaban Islam, sa lah satunya dengan berhasil menulis 30 jilid tafsir yang kini dikenal sebagai tafsir Al-Azhar.