REPUBLIKA.CO.ID Pelajar-pelajar Indonesia di Cina diduga mendapatkan pemahaman ideologi komunis. Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Sofyan Anif, fakta tersebut diketahui setelah Menteri Pendidikan Cina mengundang 10 rektor dari Indonesisa. Sofyan merupakan salah satu rektor yang diundang ke Cina mewakili UMS.
Dalam pertemuan tersebut, kata Sofyan, salah satu rektor perguruan tinggi di Cina mengungkapkan, saat ini Cina sedang gencar-gencarnya menanamkan ideologi komunis kepada seluruh pelajar yang belajar di Cina.
“Artinya apa? Artinya siswa yang berasal dari Indonesia pun itu juga pasti mendapatkan pelajaran yang terkait ideologi komunis,” kata Sofyan dalam Seminar Nasional Perspektif Hadratussyaikh Kiai Haji Hasyim Asy'ari dan Kiyai Haji Ahmad Dahlan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (31/3).
Menurut Sofyan, penanaman ideologi komunis dilakukan sebagai upaya Cina untuk menjadi negara yang makin maju dan meninggalkan negara-negara lainnya, terutama negara-negara yang sedang berkembang.
“Cina sekarang menjadi negara yang menguasai iptek, di samping Jepang dan Korsel. Itu sudah seratus tahun direncanakan maka negara berkembang yang ingin menyamai butuh seratus tahun. Seratus tahun lagi kita ke sana, Cina sudah jauh,” katanya.
Melihat kondisi itu, Sofyan berharap, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebagai dua organisasi Islam terbesar dapat terus bersatu dan bersama-sama mendorong kemajuan Indonesia.
Namun, Rois Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Tiongkok, Imron Rosyadi Hamid, menyatakan, berdasarkan pengalaman mereka, universitas di Cina tidak mengajarkan idelologi komunisme.
"Kami keberatan dengan judul maupun isi berita yang tidak didasari fakta, bersifat insinuatif dan provokatif," kata pernyataan yang diterima Republika, Ahad (1/4).
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir tidak mempermasalahkan jika pelajar/mahasiswa Indonesia yang berkuliah di Cina belajar paham komunis. Bagi Nasir, baik itu komunis, liberalis, maupun sosialis adalah salah satu dari ilmu pengetahuan yang harus dipelajari.
Kendati begitu, Nasir menegaskan, mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri harus selalu memegang teguh ideologi Pancasila sebagai ideologi dirinya. Jangan sampai, setelah kembali ke Indonesia, dia tidak sejalan dengan arah ideologi bangsa.
“Kalau pelajari, silakan. Tapi ideologinya harus tetap Pancasila,” kata Nasir selepas orasi ilmiah dalam rangka Dies Natalis Wisuda Universitas Islam Jember, Jawa Timur, Ahad (1/4).
Karena itu, Nasir menekankan pentingnya menanamkan semangat bela negara kepada semua anak bangsa. Sehingga, jika setelah dewasa mereka berkesempatan kuliah di luar negeri, di dalam dirinya sudah kokoh tertanam ideologi bangsa, yaitu Pancasila.
“Langkah bela negara itu sangat penting agar ideologi Pancasila tertanam sedini mungkin. Coba sila pertama apa? Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu kalau sudah tertanam, ya tidak akan terpengaruh paham komunis atau lainnya,” kata Nasir.
Menristekdikti pun mengingatkan pelajar/mahasiswa agar selalu memupuk jiwa kebangsaan. Apalagi, pada era digital seperti sekarang saat semangat gotong royong berpotensi luntur dan terlupakan.
“Era kita sekarang ini dipenuhi dengan digital, tetapi kita tidak boleh meninggalkan soal literasi tentang manusia dan kebangsaan. Majunya teknologi apa pun harus kembali kepada dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata Nasir.