REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR Fandi Utomo mengatakan, pembatasan hak politik bagi bakal calon legislatif (caleg) bisa dilakukan. Namun, penghilangan hak politik seorang bakal caleg sebaiknya dihindari.
Menurut Fandi, pihaknya akan melihat perkembangan pembahasan rancangan peraturan KPU (PKPU) pencalonan caleg Pemilu 2019. Sebagaimana diketahui, KPU mengusulkan larangan bagi mantan narapidana korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai Baleg caleg. Larangan itu dimasukkan dalam PKPU pencalonan caleg tersebut.
"Nanti kami akan membahas di rapat mendatang. Pembatasan kepada hak (politik) seseorang itu, tidak boleh dilakukan dengan suka-suka. Pembatasan boleh dilakukan tapi pencabutan atau penghilangan hak (politik) itu, tidak boleh," ungkap Fandi ketika dijumpai wartawan usai rapat dengar pendapat dengan KPU di Komisi II DPR, Selasa (3/4).
Namun, jika pembatasan dilakukan dengan alasan tertentu, atau akibat hal-hal tertentu, masih boleh dilakukan. Sementara itu, lanjut Fandi, DPR sendiri belum mengetahui secara pasti bagaimana penekanan poin larangan bagi mantan narapidana korupsi sebagaimana yang diusulkan oleh KPU.
"Jika takut orang ini (mantan napi korupsi) menjabat lagi dan mengulang (korupsi), maka bisa dilakukan pembatasan. Di pilkada kan juga dilakukan pembatasan. Misalnya dia melakukan pengumuman (status sebagai mantan narapidana), itu termasuk pembatasan. Artinya sejauh itu pembatasan dengan argumen yang kuat dan masuk akal itu dimungkinkan. Namun, kalau menghilangkan hak itu saya kira pembentuk undang-undang pun tak boleh melakukannya," tegas Fandi.