Rabu 04 Apr 2018 15:16 WIB

Cerita Pemuda Palestina Ditembaki Tentara Israel

Tentara Israel dinilai bertindak melawan hukum internasional.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Warga Palestina berlarian saat tentara Israel menembak dengan gas air mata di Jalur Gaza, Selasa (3/4).
Foto: AP Photo/Adel Hana
Warga Palestina berlarian saat tentara Israel menembak dengan gas air mata di Jalur Gaza, Selasa (3/4).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Seorang remaja Palestina berusia 15 tahun, Mohammad Othman, terbaring di tempat tidur rumah sakit al-Shifa di Jalur Gaza, rumah sakit tertua dan terbesar di wilayah tersebut. Othman adalah satu dari lebih 1.500 warga Palestina yang terluka pada saat demonstrasi Jumat lalu.

Tentara Israel melepaskan amunisi peluru, gas air mata, dan peluru baja berlapis karet pada ribuan orang yang melakukan protes di sepanjang perbatasan timur Jalur Gaza dengan Israel. Insiden tersebut menewaskan 18 orang.

Dilansir Aljazirah, Rabu (4/4), Othman mengalami luka akibat tembakan peluru di bagian belakang kepalanya. Ia mengaku tidak menyadari akan menjadi sasaran dari militer Israel. Tempat tidur Othman dipenuhi oleh bendera Palestina dan karangan bunga dari teman-temannya.

"Saya berada 300 meter dari pagar antara Jalur Gaza dan Israel, bersama dengan saudara saya, ketika ditembak. Saat itu aku bermaksud menghindari mendekati perbatasan untuk menjaga adik-adikku, namun aku justru menjadi sasaran," kata Othman.

Othman telah menghabiskan dua hari terakhir di bawah perawatan intensif setelah dinyatakan mengalami luka serius. Enam warga Palestina lainnya tetap berada di ICU rumah sakit setelah insiden demonstrasi itu.

Kepala ICU rumah sakit, Jihad al-Juaidi, mengatakan korban kebanyakan mengalami luka di kepala, sendi lutut, atau sendi panggul. "Ini menunjukkan bahwa pasukan Israel menembak untuk membunuh, atau menyebabkan cacat," katanya.

Menurut Juaidi, rumah sakit telah menerima puluhan pasien akibat demonstrasi tersebut. Mereka terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak di bawah usia 16. Akibatnya, rumah sakit sempat kewalahan karena kekurangan obat.

Remaja lainnnya, Marwan Yassin (15 tahun) terbaring di ruang perawat rumah sakit dengan ditutupi selimut tebal. Batang logam menonjol keluar dari kaki kanannya.

"Saya mendengar tentang aksi ini dan memutuskan untuk bergabung bersama teman saya," kata Yassin.

Saat aksi tersebut, teman Yassin yang berusia 10 tahun mencoba menanam bendera Palestina di dekat perbatasan. Namun temannya tersebut ditembak di kaki. "Saya pergi ke rumah sakit bersamanya dan kembali untuk menanam bendera, tetapi saya juga ditembak di kaki," katanya.

Sementara itu, Mohammad Hilles berjuang untuk pulih dari peluru yang melukai kakinya. Pria berusia 27 tahun itu ditembak di atas sendi lututnya sekitar 100 meter dari pagar perbatasan.

Dia harus menjalani operasi 13 jam untuk mengobati kerusakan pada pembuluh darahnya. Ia juga mengalami pendarahan hebat. Kendati mengalami luka yang cukup parah, namun Hilles tidak akan berhenti untuk melakukan demonstrasi. "Aku akan kembali ke demonstrasi jika aku segera pulih," katanya.

Menurut Departemen Kesehatan, setidaknya 800 orang Palestina menjadi sasaran tembakan senjata api. Sementara sekitar 150 orang terluka karena peluru baja berlapis karet. Korban lainnya berjumlah sekitar 20 orang karena terhirup gas air mata.

Beberapa negara dan kelompok hak asasi manusia telah mengutuk tindakan militer Israel terhadap para demonstran. Jalur Gaza merupakan tempat tinggal bagi sekitar dua juta orang. Jalur itu berada di bawah blokade darat, laut, dan udara Israel selama lebih dari satu dekade.

Wilayah tersebut mengalami tiga serangan besar-besaran Israel. Akibatnya banyak infrastruktur rusak. Kondisi itu juga mengakibatkan 80 persen penduduk Gaza yang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.

Sekitar 70 persen populasi Gaza adalah pengungsi dari wilayah Palestina yang diambil alih oleh kelompok-kelompok bersenjata Zionis selama kampanye pembersihan etnis pada 1948 untuk mendirikan negara Israel. Peristiwa tersebut dikenal dengan istilah Nakba.

Pada Selasa, Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di AS mengatakan pembunuhan itu melanggar hukum. Pengunjuk rasa dinilai tidak menimbulkan ancaman bagi tentara Israel yang ditempatkan di seberang perbatasan.

"Jumlah kematian dan cedera yang tinggi merupakan konsekuensi yang dapat diduga dari pasukan menggunakan kekuatan di luar situasi yang mengancam jiwa, yang melanggar norma-norma internasional," kata HRW dalam laporannya.

Sebelum demonstrasi, komandan militer utama Israel mengerahkan lebih dari 100 penembak jitu ke perbatasan Gaza. Mereka diberi izin untuk melepaskan tembakan jika dalam situasi bahaya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement