Jumat 06 Apr 2018 16:55 WIB

Masyarakat Diminta tak Panik Hadapi Isu Tsunami

Kewaspadaan dan kesiapsiagaan menjadi kunci menghadapi bencana alam.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Indira Rezkisari
Papan evakuasi tsunami.
Foto: EPA
Papan evakuasi tsunami.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi meminta masyarakat tidak panik dalam menyikapi isu tsunami besar di Selat Sunda dan Pantai Selatan Jawa. Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami PVMBG Badan Geologi,Sri Hidayati, masyarakat maupun pemerintah harus waspada dengan potensi tsunami di selatan Jawa tersebut.

Sri mengatakan, berdasarkan hasil kajian ilmiah yang didukung dengan sejarah kejadian bencana tsunami membuktikan bahwa wilayah selatan Jawa merupakan salah satu wilayah di Indonesia dengan risiko tinggi terhadap bencana tsunami. Namun, hal tersebut sebaiknya tidak dihadapi dengan kepanikan.

"Namun sebaiknya dijadikan sebagai kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dan semua pihak dalam melakukan upaya mitigasi bencana tsunami," ujar Sri, dalam jumpa pers di Kantor PVMBG Badan Geologi, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (6/4).

Sri menjelaskan, pantai rawan tsunami adalah pantai yang berhadapan langsung dengan sumber gempa bumi, dengan kondisi pantai landai, pantai berbentuk teluk, dan pantai tanpa penghalang alami. "Misalnya, pantai tersebut tidak ada vegetasi pantai, pulau, pulau karang, dan ada muara sungai (lebar, dalam dan bentuk sungai lurus)," katanya

Menurut Sri, setelah mengetahui tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap tsunami, seharusnya diikuti dengan upaya mitigasi bencanan tsunami baik yang bersifat struktural maupun non-struktural. Upaya-upaya tersebut, seperti mendirikan bangunan di luar jangkauan terjangan tsunami dan mengetahui tatacara penyelamatan diri, membangun atau mempertahankan hutan pantai dan gumuk pasir.

"Keberadaan semua itu, secara alamiah berfungsi sebagai pemecah gelombang atau membuat bangunan pemecah gelombang. Selain itu, bisa membuat pelatihan tata cara menghindari tsunami," katanya.

Upaya lainnya, kata dia, menyusun Perda rencana tata ruang wilayah (RTRW)/ RUTR yang berwawasan bencana tsunami dan menerapkan Sistem peringatan dini tsunami. PVMBG pun, kata dia, saat ini pun turut melakukan upaya mitigasi bencana tsunami dengan langkah melakukan penelitian endapan tsunami. Tujuannya, untuk mengetahui jejak landaan tsunami yang pernah terjadi sebelumnya.

Penelitian paleotsunami di Purworejo menunjukkan adanya indikasi kandidat endapan tsunami pada kedalaman 95 cm dan 195 cm yang mengindikasikan kejadian tsunami di masa lampau berulang dan pernah terjadi sedikitnya dua kali. Sementara di daerah Gunung Kidul menunjukkan adanya kandidat endapan tsunami pada kedalaman 128 cm.

"Rentetan bukti endapan tsunami ini menggambarkan telah terjadinya tsunami di pantai Selatan Jawa pada masa lampau," katanya.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga telah menyusun Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Tsunami dibuat dengan pemodelan numerik dengan mempertimbangkan potensi gempa bumi maksimum yang mungkin terjadi di lepas pantai suatu daerah. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan ketahanan masyarakat menghadapi tsunami. "Badan Geologi mengirim Tim Tanggap Darurat ke lokasi, jika ada kejadian tsunami," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement