REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap Gubernur Jambi Zumi Zola. Zumi ditahan selama 20 hari ke depan di rumah tahanan (rutan) cabang KPK di Kavling C-1, Jakarta.
"ZZ ditahan 20 hari pertama di Rutan cabang KPK di Kavling C-1," ungkap Juru Bicara Febri Diansyah saat di konfirmasi di Jakarta, Senin (9/4).
Setelah melakukan pemeriksaan selama kurang lebih sembilan jam, Zumi keluar dari Gedung Merah Putih KPK dengan menggunakan rompi berwarna oranye pada pukul 18.47 WIB. Ia tak berbicara saat ditanya terkait kasusnya oleh awak media. Zumi hanya diam dan terus berjalan menuju mobil yang telah disiapkan KPK.
Sebelumnya, pihak Zumi mengatakan akan mematuhi keputusan KPK jika memang hari ini dilakukan penahanan terhadapnya. Hal itu diungkapkan oleh kuasa hukum Zumi, Handika Honggowongso. "Kalau hari ini harus menjalani penahanan, kami akan patuh," kata Handika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/4).
Pada 2 Februari 2018 lalu, KPK menetapkan Zumi Zola bersama Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Jambi Arfan sebagai tersangka tindak pidana korupsi menerima gratifikasi terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi Tahun 2014-2017. Tersangka Zumi, baik bersama dengan Arfan maupun sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lain.
Gratifikasi diterima dalam kurun jabatannya sebagai Gubernur Jambi periode 2016-2021 sejumlah sekitar Rp 6 miliar. KPK pun saat ini sedang mendalami dugaan pemberian uang kepada Zumi dan Arfan terkait proyek-proyek di Pemprov Jambi tersebut.
Kasus ini adalah pengembangan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 29 November 2017 lalu terhadap Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Arfan, dan Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin dan anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Supriono. Total uang yang diamankan dalam OTT itu adalah Rp 4,7 miliar.
Pemberian uang itu adalah agar anggota DPRD Provinsi Jambi bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 karena para anggota DPRD itu berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018 karena tidak ada jaminan dari pihak pemprov. Untuk memuluskan proses pengesahan tersebut, diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai 'uang ketok'.