Rabu 11 Apr 2018 16:41 WIB

Myanmar Sebut Prioritaskan Repatriasi Pengungsi Rohingya

Gelombang pengungsi Rhongya ke Bangladesh mulai terjadi pada Agustus 2017.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Foto: EPA-EFE/TRACEY NEARMY
Pengungsi Rohingya di Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Menteri Kesejahteraan Sosial Myanmar Win Myat Ayat mengatakan repatriasi pengungsi Rohingya menjadi prioritas negaranya. Hal itu ia ungkapkan setelah bertemu 50 pengungsi Rohingya di Kutupalong, Bangladesh, pada Rabu (11/4).

"Yang paling penting adalah memulai proses repatriasi sesegera mungkin. Kami bisa mengatasi semua kesulitan itu," kata Win Myat Ayat seusai bertemu pengungsi Rohingya di tenda pengungsian di Kutupalong.

Ia pun mengomentari perihal status kewarganegaraan untuk etnis Rohingya. "Kami mencoba untuk memilikinya (kewarganegaraan)," ujarnya ketika ditanya apakah Myanmar akan memberikab status kewarganegaraan kepada etnis Rohingya jika mereka kembali ke Myanmar.

Wakil pejabat Banglasesh yang bertanggung jawab untuk urusan pengungsi Rohingya, Mohammed Shamsud Douza, turut mendampingi Win Myat Ayat ketika berkunjung ke tenda pengungsian di Kutupalong. "Negara kami ingin menunjukkan kepadanya (Win Myat Ayat) tantangan yang dihadapi (Bangladesh) dalam menampung pengungsi," ucapnya.

Pemerintah Bangladesh menginginkan agar ratusan ribu pengungsi Rohingya yang saat ini ditampungnya segera kembali ke Myanmar. Pemerintah berharap kunjungan Win Myat Ayat akan mempercepat proses tersebut.

Kendati demikian, masih cukup banyak pengungsi Rohingya yang enggan kembali ke desanya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Selain karena trauma, mereka mengkhawatirkan tentang jaminan keamanan dan keselamatan mereka jika kembali ke desanya.

Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi Rohingya pada November 2017. Namun kesepakatan itu dianggap masih belum memadai karena Myanmar belum menyatakan tentang jaminan keamanan serta keselamatan bagi etnis Rohingya yang kembali.

Gelombang pengungsi Rohingya ke Bangladesh dimulai pada Agustus tahun lalu. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar menggelar operasi pemburuan terhadap gerilyawan Tentara Pembebasan Rohingya Arakan di Rakhine.

Namun alih-alih memburu anggota kelompok tersebut, personel militer Myanmar justru menyerang warga sipil Rohingya di sana. Para tentara disebut memberondong warga dengan tembakan kemudian membakar permukiman mereka. Ada pula laporan tentang pemerkosaan terhadap para perempuan Rohingya.

Setelah peristiwa tersebut, ratusan ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Sebelum mendapat bantuan internasional, mereka hidup terlunta-lunta di gubuk-gubuk reot di zona perbatasan Bangladesh.

Baca juga: Resolusi AS dan Rusia untuk Suriah Gagal Lolos di DK PBB

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement