Sabtu 14 Apr 2018 10:26 WIB

Belanda Ogah Terlibat Perang Bersama AS di Suriah

AS luncurkan serangan militer ke Suriah.

Red: Nur Aini
Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Foto: AP Photo/Hassan Ammar
Tembakan anti-pesawat tempur terlihat di langit Damaskus setelah AS meluncurkan serangan di Suriah, pada Sabtu dini hari (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.

REPUBLIKA.CO.ID, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Jumat (13/4) mengatakan negaranya tidak akan ikut dalam serangan militer di Suriah.

"Saat ini tak ada alasan bahwa Belanda akan ikut secara militer", kata Rutte.

Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld mengeluarkan pernyataan serupa pada Kamis di Washington, AS, saat bertemu Menteri Pertahanan AS James Mattis.

"Belanda akan mengerti jika Amerika Serikat melakukan aksi militer proporsional di Suriah, jika langkah diplomatik, ekonomi dan politik tidak cukup," kata Bijleveld kepada stasiun televisi Belanda, Nieuwsuur.

"Semuanya masih terbuka. Itu berarti bahwa langkah diplomatik, ekonomi dan politik akan dibahas lebih dulu," katanya.

Ia, sebagaiman dikutip oleh harian Belanda, De Telegraaf, juga mengatakan bahwa Washington tidak meminta bantuan militer Belanda. Presiden AS Donald Trump dilaporkan telah memerintahkan serangan ke Suriah, meskipun Suriah telah membantah tuduhan bahwa militernya menggunakan senjata kimia dalam serangan ke Douma di pinggir Ibu Kota Suriah, Damaskus.

Seorang utusan Rusia pada Jumat mengatakan serangan terhadap satu negara berdaulat akan menjadi pelanggaran terhadap hukum internasional dan bertolak-belakang dengan Piagam PBB dan "tak bisa dibiarkan terjadi".

"Harus ada pertanggung-jawaban bagi campur-tangan semacam itu, yang direncanakan," katanya.

Duta Besar Rusia di PBB Vassily Nebenzia yang sepakat dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa Timur Tengah saat ini adalah wilayah yang cedera dan luka terbesarnya berada di Suriah.

"Setiap negara yang berani menggerogoti prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah tidak berharga untuk memiliki status anggota tetap Dewan Keamanan, namun anggota semacam itu terus berkeras untuk menjerumuskan Timur Tengah ke dalam konflik demi konflik," katanya.

Angkatan Bersenjata Suriah sudah menerima instruksi mengenai cara menghadapi serangan semacam itu, katanya. Ia menambahkan tak ada bukti yang mendukung pembenaran yang dipaksakan oleh neara Barat, yaitu tuduhan mengenai penggunaan senjata kimia di Kota Kecil Douma.

Pemerintah Suriah dengan keras telah membantah tuduhan itu, dan menyeru Organisasi bagi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) agar segera melakukan penyelidikan.Belanda takkan ikut dalam aksi militer di Suriah, kata Perdana Menteir Belanda Mark Rutte pada Jumat, dalam taklimat mingguannya setelah pertemuan Dewan Menteri.

Ketika ditanya apakah Belanda siap untuk ikut dalam serangan, Rutte menjawab, "Tidak, bukan itu masalahnya saat ini."

Pemerinta Belanda memahaminya, "asalkan tindakan tersebut proporsional". Tapi "saat ini tak ada alasan bahwa Belanda akan ikut secara militer", kata Rutte.

Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld mengeluarkan pernyataan serupa pada Kamis di Washington, AS, tempat wanita menteri itu telah mengadakan pembicaraan dengan timpalannya dari AS James Mattis.

Belanda akan mengerti jika Amerika Serikat melakukan aksi militer proporsional di Suriah, jika "langkah diplomatik, ekonomi dan politik tidak cukup", kata Bijleveld kepada stasiun televisi Belanda, Nieuwsuur.

"Semuanya masih terbuka. Itu berarti bahwa langkah diplomatik, ekonomi dan politik akan dibahas lebih dulu," kata wanita menteri tersebut, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi.

Ia, sebagaiman dikutip oleh harian Belanda, De Telegraaf, juga

mengatakan bahwa Washington tidak meminta bantau militer Belanda.

Presiden AS Donald Trump dilaporkan telah memerintahkan serangan ke Suriah, meskipun Suriah telah membantah tuduhan bahwa militernya menggunakan senjata kimia dalam serangan ke Douma di pinggir Ibu Kota Suriah, Damaskus.

Seorang utusan Rusia pada Jumat mengatakan serangan terhadap satu negara berdaulat akan menjadi pelanggaran terhadap hukum internasional dan bertolak-belakang dengan Piagam PBB dan "tak bisa dibiarkan terjadi".

"Harus ada pertanggung-jawaban bagi campur-tangan semacam itu, yang direncanakan," katanya. Duta Besar Rusia di PBB Vassily Nebenzia mengatakan dalam satu pertemuan Dewan Keamanan mengenai Suriah bahwa pengalaman baru-baru ini di Irak dan Suriah masih segar di dalam ingatan semua orang di seluruh wilayah tersebut.

Nebenzia, yang sepakat dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bahwa Timur Tengah saat ini adalah wilayah yang cedera, mengatakan luka terbesarnya berada di Suriah, tempat situasi "sarat dengan dampak global".

"Setiap negara yang berani menggerogoti prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah tidak berharga untuk memiliki status anggota tetap Dewan Keamanan, namun anggota semacam itu terus berkeras untuk menjerumuskan Timur Tengah ke dalam konflik demi konflik," katanya.

Angkatan Bersenjata Suriah sudah menerima instruksi mengenai cara menghadapi serangan semacam itu, katanya. Ia menambahkan tak ada bukti yang mendukung pembenaran yang dipaksakan oleh neara Barat, yaitu tuduhan mengenai penggunaan senjata kimia di Kota Kecil Douma.

Pemerintah Suriah dengan keras telah membantah tuduhan itu, dan menyeru Organisasi bagi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) agar segera melakukan penyelidikan.

Baca juga: AS Bersama Prancis dan Inggris Gempur Suriah

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement