REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah tahanan yang menghuni lembaga permasyarakatan maupun rumah tahanan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan jauh melebihi kapasitas. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah tahanan. Terkait hal ini, Polri menyatakan pihaknya hanya melakukan penegakan hukum sesuai undang-undang yang berlaku.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mengatakan, Polri merupakan bagian dari criminal justice system. Artinya, Polri bekerja sesuai sistem. "Kita melaksanakan undang-undang. Kalau undang-undang menyatakan harus ditahan ya harus ditahan," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (19/4).
Terkait peningkatan jumlah tahanan, menurut Setyo hal tersebut harus dianalisis terlebih dahulu. Namun, Setyo mengakui, bahwa sebagian besar penghuni lembaga permasyarakatan atau rumah tahanan adalah tahanan narkoba.
"Nah sekarang solusinya kalau dia pengguna kan ada di rehabilitasi, tapi kalau memang sebagai bandar ya harus dihukum berat, bahkan ada usulan usulan untuk yang pengedar ada hukuman sosial. Itu masih wacana," ujar Setyo.
Bareskrim pun sudah mengeluarkan surat edaran (SE), petunjuk rehabilitasi bagi penyalahguna dan korban narkoba. Dalam surat edaran No: SE/01/II/2018/Bareskrim yang ditandatangani oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto pada 15 Februari 2018 kemarin, pengguna harus menjalani proses assesment terlebih dahulu, bukan ditangkap dan langsung menjalani rehabilitasi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, jumlah narapidana dan tahanan yang menghuni lapas ataupun rutan saat ini 246.389 orang.Sedangkan kapasitas yang ada, hanya 123.025 orang.
"Tapi kalau memang jumlah di lapas makin meningkat ya faktanya memang begitu, yang dulu sekamar lima orang sekarang misalnya jadi tiga puluh, padat sekali," kata Setyo menambahkan.