REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua DPR yang kini menjadi terpidana kasus proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el), Setya Novanto, merasa terkejut dengan vonis hukuman yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta. Menurutnya, putusan terhadap dirinya tidak sesuai dengan persidangan yang selama ini berjalan.
"Saya sangat shock sekali karena apa yang didakwakan dan apa yang disampaikan perlu dipertimbangkan karena tidak sesuai dengan persidangan yang ada, namun saya tetap menghormati, menghargai dan saya minta waktu untuk mempelajari dan konsultasi dengan keluarga dan juga pengacara," tutur dia usai persidangan dan hendak masuk ke mobil tahanan di parkiran basement PN Tipikor Jakarta, Selasa (24/4).
Novanto merasa dirinya sudah sangat kooperatif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia sudah bersikap kooperatif kepada penyidik dan jaksa penuntut umum KPK.
"Sudah mengikuti semua secara baik-baik kepada penyidik dan JPU. Saya hormat, dan sudah melaksanakan sebaik mungkin. tentu ini jadi pertimbangan untuk pimpinan," ujar dia.
Novanto tidak bicara banyak soal putusan majelis hakim yang kurang memaparkan peran Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan Sucofindo dalam kasus KTP-el. Baginya, semua yang disampaikan majelis hakim saat membacakan putusan, itu tidak sesuai dengan persidangan selama ini.
"Masalah PNRI, masalah tender, masalah apa yang disampaikan tadi itu tidak sesuai dengan persidangan semua. Dari awal (saya) tidak mengikuti dan mengetahui, dan tentu itulah saya sangat kaget juga," katanya.
Pada Selasa (24/4), Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Novanto yang menjadi terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan KTP-el. Selain itu, hak politik Novanto juga dicabut.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana menjalani masa pemidanaan," kata Ketua Majelis Hakim Yanto.
Majelis juga memutus bahwa Novanto dihukum membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan ketentuan subsider dua tahun kurungan penjara. Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan JPU KPK sebesar 16 tahun penjara.