Rabu 25 Apr 2018 00:01 WIB

KPK: Praperadilan Cagub Sultra Asrun Ditolak

Dengan ditolaknya praperadilan, berarti penyidikan Asrun berjalan sah

Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun menuju mobil tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/4).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun menuju mobil tahanan seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wali Kota Kendari yang juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun. Dengan ditolaknya praperadilan, berarti penyidikan Asrun berjalan sah.

"Tadi kami juga dapat informasi terkait kasus yang lain ketika Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan yang diajukan Asrun salah satu tersangka yang kami proses, ini berarti penyidikannya sah," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/4).

Sebelumnya, Asrun bersama tiga orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka suap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari Tahun 2017-2018. Pokok gugatan praperadilan yang disampaikan Asrun, yaitu pertama tindakan termohon KPK membawa pemohon sebagai tindakan melanggar hukum dan HAM.

KPK pun memberikan jawaban bahwa tangkap tangan terhadap tersangka didasari surat perintah penyelidikan tanggal 24 November 2017. Dalam proses penyelidikan, KPK mendapatkan fakta-fakta indikasi penerimaan hadiah atau janji oleh pemohon.

Selanjutnya, terkait penetapan tersangka yang tidak sah karena belum ditemukannya dua alat bukti yang sah. KPK pun menyampaikan dalil yang disampaikan Asrun bahwa penetapan tersangka terhadap pemohon berdasarkan proses penyidikan dan bukan penyelidikan adalah keliru dan tidak beralasan.

Sesuai Pasal 6 Undang-Undang KPK bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang lebih lanjut diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang KPK. Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang KPK menyatakan bahwa penyelidikan tidak hanya bertujuan untuk menemukan peristiwa pidana tetapi lebih jauh dari itu, penyelidikan sudah bertujuan untuk menemukan bukti permulaan yang sekurang-kurangnya dua alat bukti.

Dalam penyidikan kasus itu, kata Febri, pihaknya juga akan melimpahkan ke tahap lebih lanjut terhadap salah satu pihak yang diduga sebagai pemberi suap, yakni Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah. Selain Asrun, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya dalam kasus itu antara lain Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, swasta yang juga mantan Kepala BPKAD Kota Kendari Fatmawati Faqih, dan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah.

Sebelumnya dalam penyidikan kasus itu, KPK telah menemukan uang suap sekitar Rp 2,8 miliar. Uang dalam pecahan Rp 50 ribu itu rencananya akan diberikan kepada Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra.

Diduga uang tersebut juga untuk kepentingan biaya logitik Asrun yang merupakan ayah dari Adriatma dan juga calon Gubernur Sulawesi Tenggara. Wali Kota Kendari diduga bersama-sama pihak menerima hadiah dari swasta atau pengusaha terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018 senilai total Rp 2,8 miliar.

Diduga PT SBN merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak 2012. Pada Januari 2018 ini, PT SBN memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko - Kendari New Port dengan nilai proyek Rp 60 miliar.

Dugaan penerimaan uang atau hadiah oleh Wali Kota Kendari melalui pihak lain tersebut diindikasikan untuk kebutuhan kampanye Asrun sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara pada Pilkada Serentak 2018.

Untuk diketahui, Asrun merupakan calon Gubernur Sultra dalam Pilkada 2018 berpasangan dengan Hagua. Pasangan itu diusung PAN, PKS, PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Gerindra.

Sementara itu, juga teridentifikasi bahwa sandi yang digunakan dalam suap tersebut adalah "koli kalender" yang diduga mengacu pada arti uang Rp 1 miliar. Sebagai pihak yang diduga penerima Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau pasal 12 huruf a atau huruf b UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan diduga pihak pemberi Hasmun disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement