REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim 11 Ulama Alumni 212 tidak bermaksud menutupi pertemuan dengan Presiden Jokowi di Bogor, Ahad (24/4). Menurut Ketua Umum Gerakan Pengawal Fatwa Ulama yang turut hadir dalam pertemuan, Yusuf Muhammad Martak, Istana justru memberikan isyarat secara tersirat untuk tidak memublikasikan pertemuan.
Yusuf menjelaskan, saat Alumni 212 hendak masuk ke Istana, semua ponsel tidak diperkenankan dibawa masuk. "Berarti, secara tersirat ditunjukkan bahwa tidak boleh ada foto dan rekaman," ucapnya ketika memberikan keterangan dalam konferensi pers di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (25/4).
Bahkan, Yusuf menambahkan, Presiden Jokowi meminta agar fotografer di depannya untuk berhenti mendokumentasikan kegiatan. Tujuannya, agar pertemuan berjalan secara fokus. Saat itu, Tim 11 Ulama Alumni 212 tengah membicarakan keluhan tentang hujatan, penghinaan, dan tindakan kriminalisasi yang dialami ulama dan aktivis 212.
Yusuf menuturkan, Tim 11 Ulama Alumni 212 sebenarnya ingin saja membuat pertemuan tersebut terbuka dan tanpa ada rahasia, termasuk ke umat Islam. "Kalau mau buka forum antara pemerintah dengan tokoh 212 pun kami siap," ujarnya.
Sedari awal, kata dia, Tim 11 Ulama Alumni 212 tidak pernah menentukan apakah pertemuan tersebut bersifat terbuka atau tertutup. Namun, tindakan Istana dan Presiden Jokowi dianggap mengisyaratkan pertemuan tersebut bersifat tertutup.
Sekretaris Tim 11 Ulama Alumni 212, Muhammad Al Khaththath, menyesalkan bocornya foto dan berita terkait pertemuan. Ia melihat, kebocoran tersebut ditengarai adanya pihak ketiga yang ingin mengadu domba antara presiden dan ulama serta umat Islam.
"Kami meminta kepada pihak Istana untuk mengusut tuntas bocornya foto dan berita sebagai kelalaian aparat Istana yang tidak bisa menjaga rahasia negara," ucap Al Khaththath yang juga ikut dalam pertemuan tersebut.
Selain Yusuf dan Al Khaththath, turut hadir sembilan ulama lainnya. Mereka adalah Pendiri FPI, Misbahul Anam yang juga menjabat sebagai ketua Tim 11 Ulama Alumni 212; Abdul Rasyid AS; Abah Roud Bahar; Slamet Maarif; Usamah Hisyam; Sobri Lubis; Muhammad Husni Thamrin; Muhammad Nur Sukma; dan Aru Syeif Asadullah.