REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua Norviadi S Husodo mengatakan penetapan Kota Tua sebagai warisan budaya dunia (world heritage site) versi Unesco kemungkinan tertunda. Penundaan sudah disampaikan secara informal dalam rapat di Kementerian Pariwisata (Kemenpar).
"Informasinya, ini belum resmi ya, tapi saya informasikan, kita pending," kata Norviadi saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (26/4). Norviadi menjelaskan, proses verifikasi dari pihak World Heritage Center telah selesai dilakukan. Hasil verifikasi tersebut telah disertakan dalam dokumen yang diajukan Kementerian Pariwisata.
Adapun penundaan itu terkait adanya beberapa dokumen yang perlu direvisi. Saat ini pihaknya sedang menunggu surat resmi dari World Heritage Center untuk mengetahui bagian mana saja yang perlu diperbaiki.
"Informasi resminya nanti akan ada dari panitia atau World Heritage Centernya kepada pemerintah pusat di kementerian lalu kepada pemprov," kata Norviadi.
Norviadi mengatakan, salah satu poin revisi yang dibahas dalam rapat di Kemenpar yaitu cakupan dokumen yang terlalu luas. Selain itu, bangunan cagar budaya yang disertakan harus dipilah kembali.
Menurut Norviadi, UPK Kota Tua tak hanya memasukkan kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, namun juga empat pulau di Kepulauan Seribu, di antaranya Pulau Bidadari dan Pulau Onrust. Penyertaan keempat pulau itu bukan tanpa alasan. World Heritage Center telah menetapkan beberapa syarat agar suatu cagar budaya bisa masuk dalam daftar warisan dunia. Beberapa syarat itu meliputi kesamaan data pada dokumen dengan yang ada di lapangan.
Perlu ada pula jaminan bahwa bangunan cagar budaya yang diajukan bisa bertahan dan tidak berubah dalam waktu tertentu. Selain itu, perlu ada nilai-nilai universal atau keunikan khusus yang dimiliki.
Berdasarkan kajian yang dilakukan UPK Kota Tua bersama pemangku kebijakan dan para ahli, dokumen Kota Tua mengangkat kegiatan perdagangan pada masa lampau. Secara spasial, kegiatan perdagangan yang dilakukan di Kota Tua menjadi satu kesatuan dengan Pulau Onrust dan sekitarnya. "Nah ketika bicara masalah perdagangan, masuklah kawasan Onrust dan sekitarnya jadi satu kesatuan dokumen yang diusulkan dalam World Heritage," kata dia.
Sebelumnya, Sandiaga mengatakan akan mengkaji kembali apakah pengajuan itu bisa difokuskan di Kawasan Kota Tua. Sesuai pernyataan tersebut, UPK akan memfokuskan dokumen hanya di kawasan Kota Tua.
Selain cakupan wilayah, kepemilikan bangunan cagar budaya juga menjadi salah satu hambatan. Hingga saat ini Pemprov DKI hanya memiliki sekitar dua persen bangunan di Kawawan Kota Tua. Sekitar 50 persen bangunan dimiliki oleh BUMN, sementara sisanya merupakan milik swasta dan perorangan.
Panitia World Heritage menyangsikan komitmen pihak BUMN, swasta, dan perorangan untuk melestarikan bangunan cagar budaya yang nantinya akan ditetapkan sebagai warisan dunia. Padahal, ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi.
Norviadi mengatakan, bangunan milik pemerintah sudah dipastikan akan dijaga dan dilestarikan. Namun, pelestarian bangunan-bangunan yang dimiliki BUMN, swasta, dan perorangan akan sangat tergantung pada pemiliknya.
"Dikhawatirkan ketika sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya tiba-tiba rumahnya dirusak atau gedung BUMN berubah. Nah itu butuh jaminan agar itu tetap lestari," kata dia.
Ia mengatakan akan melakukan pembicaraan dengan pemilik BUMN, swasta, dan perorangan yang memiliki unit-unit bangunan di Kota Tua. Ia berharap, apabila surat revisi itu telah diterima, pihaknya akan dapat melakukan perbaikan secepatnya.