Kamis 26 Apr 2018 19:59 WIB

DPR Bantah Setujui Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg

DPR menegaskan KPU harus tetap berpedoman pada UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Riza Patria
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Riza Patria

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR, Ahmad Riza Patria membantah bahwa DPR telah mempersilakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melanjutkan aturan larangan calon anggota legislatif (caleg) dari mantan narapidana kasus korupsi. Riza menegaskan, DPR dan pemerintah tetap meminta KPU tetap berpedoman kepada aturan pencalonan caleg sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

"Kami bukan mempersilakan (KPU), tetapi kami meminta KPU tetap mentaati undang-undang. Kami tidak pernah menyatakan mempersilakan," tegasnya ketika dihubungi wartawan, Kamis (26/4) malam.

Menurut Riza, dalam rapat pendahuluan yang digelar pekan lalu, antara DPR, KPU dan pemerintah, sikap DPR dan pemerintah masih sama. Kedua pihak penyusun undang-undang tersebut menegaskan bahwa KPU mengikuti undang-undang yang ada.

"Dalam undang-undang (UU pemilu) mantan narapidana (korupsi) boleh menjadi caleg. Kemudian, kami juga memberikan opsi, ada dua poin (di dalam opsi tersebut)," katanya.

Opsi ini disebutnya sebagai jalan tengah atas usulan KPU. Poin pertama, kata Riza, para caleg membuat laporan LHKPN. Selanjutnya, poin kedua, parpol sendiri yang akan melakukan seleksi atas caleg-caleg yang mendaftar sebagai peserta pemilu.

"Dalam undang-undang pemilu, mencalonkan caleg adalah kewenangan parpol. Maka jangan dilarang. DPR cenderung menyarankan untuk memberikan hak kepada parpol mengenai syarat pencalonan caleg ini," jelasnya.

Sebelumnya, Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan DPR sudah setuju jika KPU melanjutkan aturan yang melarang calon anggota legislatif (caleg) dari mantan narapidana kasus korupsi. Namun, DPR tetap mengingatkan KPU terkait risiko adanya gugatan uji materi terhadap aturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA).

"Lobi kami (kepada DPR) sudah oke. Mereka (DPR) sudah sampai kepada (pernyataan)'yasudah terserah KPU, tetapi risiko ya nanti pasti akan ada yang menggugat ke MA lewat gugatan perdata'. Ya Kurang lebih seperti itu," jelas Pramono ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis siang.

Dia melanjutkan bagi KPU akan lebih baik jika aturan yang ada dalam rancangan peraturan KPU (PKPU) pencalonan anggota DPR, DPR provinsi dan DPRD kabupaten/kota itu batal karena putusan di pengadilan. "Jadi bukan (batal) karena proses legislasi," tegas Pramono.

Dia melanjutkan, pembahasan rancangan PKPU itu rencananya dilakukan setelah masa reses sidang selesai pada 17 Mei mendatang. Selain membahas rancangan PKPU pencalonan caleg, KPU dan DPR juga rencananya membahas rancangan PKPU pencalonan presiden dan wakil presiden.

Adapun waktu pembahasan ini telah disepakati bersama antara KPU dan DPR. "Masing-masing pihak terutama pimpinan komisi II DPR minta waktu untuk mengkonsolidasikan hasil pertemuan pendahuluan dengan fraksi (dan KPU) ke anggota komisi II, jadi mereka memang minta waktu itu (untuk membahas)," ungkap Pramono.

Pertemuan pendahuluan yang dilakukan pada pekan lalu itu, kata Pramono, dilakukan dalam rangka mencari kesesuaian poin-poin krusial dalam dua rancangan PKPU.Poin-poin krusial yang dimaksud yakni mengenai narapidana korupsi yang akan maju sebagai caleg dan penyerahan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).

Selain DPR menyepakati aturan larangan caleg dari mantan koruptor, aturan kewajiban penyerahan LHKPN juga sudah disepakati untuk dilanjutkan. Hanya saja, kata Pramono, ada penyesuaian waktu dalam kewajiban penyerahan LHKPN itu.

"Karena itu, kami perkirakan pembahasan dua rancangan PKPU mendatang bisa segera selesai dalam satu hingga dua hari, karena proin krusialnya sudah disepakati," tambah Pramono.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement