REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Kantor Bahasa Provinsi Maluku mengusulkan sebanyak 4.000 kosakata daerah setempat untuk dipertimbangkan masuk dan menambah kekayaan bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Asrif, mengatakan jumlah itu sekaligus tercatat sebagai usulan kosakata terbanyak di seluruh Indonesia.
"Sebanyak 1.500 dari 4.000 kosakata yang dimasukkan ke dalam KBBI merupakan usulan masyarakat di Maluku yang ikut berpartisipasi dalam program diseminasi pengayaan kosakata KBBI," katanya.
Usulan tersebut katanya akan menambah kekayaan kosakata Indonesia karena hingga saat ini jumlah kosakata yang tercatat pada KBBI hanya 91.000.
"Bila banyak usulan yang masuk akan lebih memperkaya kosakata dalam KBBI. Kosakata yang diusulkan bersumber dari berbagai hal yang ada disekitar masyarakat," ujarnya.
Kantor Bahasa Maluku pada tahun 2016 pihaknya mengusulkan 1.324 kosakata, di mana 931 kosakata dikirim ke Badan Bahasa dan 776 yang diterima untuk dibahas kembali, sedangkan tahun 2017 usulan meningkat menjadi 2.980 kosakata.
Asrif mencontohkan, dalam satu pasang busana atau atribut daerah dan alat musik bisa menghasilkan puluhan kosakata dan tiap bagiannya memiliki bahasa sendiri berdasarkan daerah.
"Buah coklat di Negeri Sawai, Maluku Tengah misalnya memiliki sebutan atau nama berbeda mulai dari buah yang baru keluar hinga yang sudah matang dan siap dipanen. Ini bagian dari kosakata yang memperkaya bahasa daerah," katanya.
Staf teknis Kantor Bahasa Maluku, koordinator program pengayaan kosakata KBBI, Nita Handayani Hasan menyatakan, kosakata daerah banyak dipengaruhi oleh bahasa asing dan tiap daerah memiliki kosakata sendiri dan berbeda daerah satu dengan lainnya.
Pihaknya, tandas Nita gencar menjaring banyak kosakata baru yang berkembang dan beragam di masyarakat, baik budaya, istilah maritim, agraris, makanan, konsep, serta ungkapan. Setiap kata yang diterima sebelum ditetapkan terlebih dahulu melalui proses editing serta sidang redaksi untuk membahasnya.
Kantor Bahasa secara rutin turun ke daerah untuk mengumpul data sekaligus menyosialisasikannya sehingga masyarakat ikut berpartisipasi mengusulkan kosakata bersifat unik, sesuai kaidah Bahasa Indonesia, eufonik atau sedap didengar, frekuensi penggunaan tinggi serta berkonotasi positif.
Dia juga menyatakan sejumlah hambatan yang dihadapi dalam mengumpulkan kosakata, diantaranya rendahnya kontribusi masyarakat, kurangnya staf editorial, verifikasi yang memakan waktu serta kata yang diusulkan kurang banyak dipahami oleh penutur jati atau penutur yang mengunakan bahasa ibu.