REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Umat Kristen di Kota Tua Yerusalem mengaku terancam oleh intimidasi dan akuisisi properti yang dilakukan pemukim Yahudi garis keras. Menurut para pemimpin gereja, jemaat mereka secara lisan telah dilecehkan dan diludahi, dan properti mereka juga dirusak.
Ketegangan semakin meningkat tahun ini di wilayah berpenduduk Kristen dan Armenia seluas 1 km persegi. Di wilayah tersebut terdapat Gereja Makam Suci, tempat tersuci dalam agama Kristen karena Yesus diyakini disalibkan dan dibangkitkan di sana.
Gereja-gereja mengatakan, mereka menghadapi perang gesekan yang dilakukan oleh pemukim garis keras. Mereka juga dikenai tuntutan pajak yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh dewan kota Yerusalem. Proposal untuk mengizinkan pengambilalihan tanah gereja juga tengah disiapkan.
"Hari ini gereja menghadapi ancaman paling parah di tangan kelompok pemukim tertentu. Para pemukim gigih dalam upaya mereka untuk mengikis kehadiran komunitas Kristen di Yerusalem," kata Theophilos III, patriark Ortodoks Yunani di Yerusalem, kepada The Guardian, Selasa (2/5).
Kelompok-kelompok pemukim radikal ini sangat terorganisir. Selama bertahun-tahun terakhir warga telah menyaksikan penodaan dan perusakan gereja dan tempat-tempat suci yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Kami menerima semakin banyak laporan dari para imam dan jamaah lokal yang diserang. Perilaku ini sebagian besar tidak terkendali dan tidak dihukum," papar dia.
Menurut Moni Shama, seorang penjaga gereja, Mount Sion yang berada tepat di luar tembok Kota Tua secara teratur telah dirusak. Tanah milik gereja yang belum dikembangkan itu sering disebut sebagai taman Yunani."Pohon-pohon telah tumbang, sampah ditinggalkan, ada coretan-coretan pada batu dan cat yang dilemparkan ke dalam Kapel Pentakosta kuno," kata dia.
Gereja Ortodoks Yunani, gereja Kristen tertua di Yerusalem, juga sangat prihatin terhadap upaya pemukim yang ingin menguasai wilayah dekat Gerbang Jaffa, pintu masuk utama ke wilayah warga Kristen dan Armenia.
Akhir tahun ini, pengadilan akan mengeluarkan putusan mengenai penjualan hotel Imperial dan Petra yang bersejarah, yang dipertahankan gereja. Organisasi pemukim Ateret Cohanim dilaporkan berada di balik pembelian properti penting itu, yang bertujuan untuk mengukuhkan kehadiran Yahudi di Yerusalem.
Abu Walid Dajani, yang keluarganya telah mengelola Hotel Imperial selama hampir 70 tahun, mengatakan prospek kepemilikan hotel yang berpindah tangan dari Gereja Ortodoks Yunani ke Ateret Cohanim adalah mimpi buruk."Jika saya terbiasa bangun dua kali di setiap malam, sekarang saya bangun empat kali. Saya berpikir bagaimana jika keputusan pengadilan itu akan mendukung Ateret Cohanim. Saya akan berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan hotel ini, tetapi saya tahu mereka ingin kami pergi," ujar Dajani, dikutip The Guardian.
Gabi Hani, pemilik restoran Versavee yang berada di sebelah hotel mengatakan Ateret Cohanim ingin mengusir orang-orang Kristen. "Jika Anda memiliki organisasi bermusuhan yang menduduki di rumah Anda, maka itu bukan lagi rumah Anda," kata dia.
Namun Ateret Cohanim membantah semua tuduhan itu. Klaim atau tuduhan oleh Patriarkat Yunani mengenai 'pemukim radikal' yang menargetkan imam mereka dengan pelecehan verbal adalah tuduhan yang tidak masuk akal. "Ini tak dapat diterima, dan memalukan," kata Daniel Luria dari Ateret Cohanim.
Dia menyangkal organisasi itu menginginkan warga Kristen untuk meninggalkan Kota Tua. Ia juga menolak berkomentar tentang masalah penjualan properti di Gerbang Jaffa. "Ateret Cohanim percaya kita bisa hidup berdampingan dengan warga Kristen dan Muslim, hidup berdampingan tanpa pagar atau perbatasan, hidup di lingkungan Yerusalem," ungkap Luria.