REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Sumarsono, mengatakan sanksi berupa teguran secara lisan paling banyak dikenakan kepada aparatur sipil negara (ASN) yang tidak netral di Pilkada 2018. Selain itu, pemerintah melalui rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) juga memberikan sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara hingga pemberhentian tetap kepada ASN yang terbukti melakukan pelanggaran selama pelaksanaan pilkada.
Sumarsono sebelumnya mengatakan jika ada sekitar 1 juta kasus pelanggaran ASN berupa ketidaknetralan di pilkada yang telah mendapat teguran oleh instansi terkait. Namun, angka satu juta menurutnya merupakan jumlah keseluruhan kasus pelanggaran yang terjadi di Indonesia selama kampanye Pilkada 2018.
"Itu jumlah keseluruhan baik yang diberi teguran lisan, teguran tertulis satu, teguran tertulis dua, pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap," jelas Sumarsono ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (6/5) malam.
Dia mengakui jika teguran lisan jumlahnya paling banyak dibandingkan bentuk sanksi lain. Sebagai perbandingan, Sumarsono menyebut jika sanksi berupa seluruh teguran tertulis tercatat diberikan kepada sekitar 200-an kasus.
Selanjutnya, jumlah sanksi berupa pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap masih di bawah ratusan. "Mengapa jumlahnya besar, karena terjadi akibat kelalaian kecil atau ketidaktahuan para ASN atas apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan selama kampanye pilkada," tutur Sumarsono.
Teguran lisan itu, lanjut dia, terjadi akibat kesalahan seperti ASN memberikan 'like' kepada facebook peserta pilkada, berfoto selfie bersama peserta pilkada atau mengunggah foto paslon tertentu.
"Karena masih ada yang belum tahu bahwa hal-hal tersebut tidak boleh dilakukan, maka kami berikan teguran lisan. Teguran lisan ini sifatnya pembinaan, agar selanjutnya tidak mengulangi pelanggaran serupa," tegas Sumarsono.
Sementara itu, teguran tertulis bisa diberikan kepada ASN yang melakukan kampanye bersama peserta pilkada, membuat status yang mendukung peserta pilkada tertentu di media sosial hingga memakai atribut peserta pilkada tertentu.
"Kemudian, sanksi pemberhentian sementara diberikan kepada ASN yang namanya terbukti masuk sebagai tim sukses peserta pilkda. Kasus seperti ini paling banyak terjadi di luar Pulau Jawa, sebab istrinya, kakaknya atau adiknya ASN maju sebagai peserta pilkada, sehingga mau tidak mau dia harus mendukung," papar Sumarsono.
Dia menjelaskan, pemberhentian sementara merupakan solusi yang dilakukan pemerintah agar ASN tidak terus-menerus melakukan pelanggaran. Jika sudah diberhentikan tetapi pelanggaran berupa ketidaknetralan, maka ASN bisa direkomendasikan untuk diberhentikan secara tetap.
Sumarsono menyarankan, ASN yang khawatir tidak bisa bersikap netral karena anggota keluarga atau kerabat menjadi peserta pilkada, sebaiknya melakukan cuti di luar tanggungan negara. Dengan cuti di luar tanggungan negara, maka ASN akan terhindar dari pelanggaran dan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye peserta pilkada.
"Yang perlu diingat oleh ASN adalah, jika sudah diberikan peringatan, maka ibaratnya semacam lampu kuning bagi mereka agar tidak melakukan pelanggaran lain. Sebab, teguran tertulis ssebanyak dua kali akan berdampak kepada terhambatnya karir ASN secara jangka panjang. ASN akan terhambat saat melakukan promosi ketika sudah dua kali mendapat surat teguran tertulis," tegas Sumarsono.