REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Jelang pertemuan antara Korea Utara (Korut) dan Amerika Serikat (AS), Kim Jong-un justru mengkritik apa yang akan dilakukan Trump dalam pertemuan mereka nanti. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut, kebijakan Trump memberi tekanan bagi Pyongyang dan mendorongnya masuk ke meja perundingan.
Kebijakan tersebut, menurut dia, berupaya merusak perkembangan di Semenanjung Korea, setelah diketahui bahwa kedua Korea sepakat untuk mengakhiri konflik.
Baca juga:
Direktur CIA Lakukan Pertemuan Rahasia dengan Kim Jong-un
Kim Jong-un: Selamat Tinggal Mimpi Buruk
Pada pertemuan sebelumnya dengan Moon Jae-in, Kim setuju untuk meningkatkan hubungan antara Utara-Selatan dan bersedia mendenuklirisasi semenanjung itu. Meskipun pihak Utara memang belum menjelaskan secara rinci.
Trump dan para pejabat di AS telah berulang kali menyatakan memainkan peran untuk membalikkan situasi. Tahun lalu Kim sempat meluncurkan rudal jarak jauh, bahkan Trump tidak terbesit keinginan untuk denuklirisasi.
Pernyataan Korut pada Ahad (6/5) kemarin jelas bahwa saat ini AS dengan sengaja memprovokasi upaya damai di Semenanjung Korea. "Ada kesengajaan AS untuk tidak menyetujui denuklirisasi di Semenanjung Korea," ucap juru bicara Pemerintah Korut.
Sebelumnya diketahui, Trump sudah memutuskan lokasi dan waktu pertemuan mereka. Zona demiliterisasi yang menjadi perbatasan Korea Selatan dan Utara dipilih menjadi lokasi yang dimaksud.
Para ahli memprediksi, pernyataan Kim dengan Moon di zona demiliterisasi menandai terbukanya sejarah baru di Semenanjung Korea. Juru bicara juga telah memperingatkan AS untuk tidak menafsirkan kesediaan Pyongyang berbicara sebagai tanda kelemahan.
Dia juga mengkritik Washington atas ancaman dan tekanan militernya. Pyongyang bersedia menyerahkan nuklirnya jika AS berkomitmen untuk mengakhiri secara resmi Perang Korea dan berjanji untuk tidak menyerang Pyongyang.