REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asisten Deputi Koordinasi Materi Hukum Kemenko Polhukam Heni Susila Wardaya mengatakan hak para mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia akan tetap sama dengan warga negara lainnya. Tidak ada pembedaan maupun pengucilan terhadap mereka.
"Salah satu yang disepakati dalam SKB (Surat Keputusan Bersama) Tiga Menteri adalah memosisikan mereka (eks HTI) sama dan tidak akan dikucilkan," tutur Heni di Jakarta, Selasa.
Persamaan hak itu di antaranya adalah terkait mendapatkan pendidikan, penghasilan, berkumpul, maupun hak untuk bergabung dengan organisasi masyarakat lain.
Heni menambahkan SKB Tiga Menteri, yang terdiri dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Dalam Negeri serta Kejaksaan Agung, juga memuat imbauan pemerintah kepada eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk kembali ke NKRI dan mengakui Pancasila sebagai ideologi negara.
"Imbauan ini nanti diikuti dengan pembuatan kebijakan yang sifatnya merangkul para mantan anggota HTI dengan cara-cara persuasif," kata dia.
Kendati demikian, Heni mengakui pascaputusan Pengadilan Tata Usaha Negara, kegiatan dari para mantan pengurus, anggota, maupun simpatisan HTI akan mendapatkan pengawasan dari pemerintah.
"Kalau masih menyebarkan gagasan khilafah ya tetap kena sanksi pidana, baik itu kelompok maupun perorangan," tutur dia.
Dengan ditolaknya gugatan tersebut, maka HTI menjadi organisasi yang dilarang di Indonesia.