REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Jazilul Fawaid menjelaskan, pihaknya segera meminta klarifikasi dan penjelasan kepada pihak terkait atas kasus kericuhan Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Sebab, pernyataan kepolisian yang menyebutkan bahwa kericuhan disebabkan pengaturan makanan masih menimbulkan banyak pertanyaan dan dianggap belum kuat.
Jazilul menuturkan, pertanyaan juga patut disampaikan terkait keberadaan 36 pucuk senjata dan bom rakitan yang katanya dirampas para narapidana terorisme dari polisi. "Semuanya harus dievaluasi lagi, baik tentang sistem pembinaan di dalam maupun fasilitas," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (10/5).
Kalaupun ditemui adanya kelonggaran pada fasilitas dalam Rutan Mako Brimob, harus diketahui penyebabnya. Apakah karena kekurangan sumber daya manusia, sistem yang salah atau justru kekurangan anggaran untuk menyediakan fasilitas keamanan. Menurut Jazilul, semuanya harus diperhatikan secara komprehensif.
Untuk ke depannya, Jazilul menganjurkan agar narapidana terorisme (napiter) tidak dikumpulkan dalam satu tempat. Sebab, potensi mereka untuk melakukan pembeorntakan akan semakin kuat. "Kemarin pun mereka sempat meinta untuk bertemu Aman Abdurrahman. Itu artinya ada binaan di antara mereka," ucap ketua DPP PKB tersebut.
Selain ditahan di tempat yang terpisah-pisah, narapidana terorisme juga sebaiknya ditahan di pulau terpencil dengan kondisi terisolasi mungkin. Bahkan, jika perlu, di sekeliling tahanan diletakkan buaya untuk menghindari mereka kabur. Ketatnya pengamanan ini dibutuhkan agar tidak ada lagi tindakan memalukan seperti kemarin.
Sebelumnya, terjadi kerusuhan di Rutan Mako Brimob terjadi pada Selasa (8/5) pukul 19.30 WIB. Lima polisi gugur dan satu narapidana tewas akibat peristiwa ini. Setelah 36 jam, akhirnya Polri berhasil menguasai dan memulihkan situasi di Rumah Tahanan Cabang Salemba di kompleks Markas Komando Brimob pada Kamis (10/5) pagi.