Jumat 11 May 2018 14:03 WIB

Fungsionalisasi Rutan Mako Brimob Dipertanyakan

Bambang memandang ada poin kelalaian Polri sehingga sampai terjadi penyanderaan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bilal Ramadhan
Penjagaan ketat terlihat di depan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, serta dihiasi sejumlah karangan bunga yang dikirimkan dari pejabat negara, Jumat (11/5).
Foto: Rahma Sulistya / Republika
Penjagaan ketat terlihat di depan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, serta dihiasi sejumlah karangan bunga yang dikirimkan dari pejabat negara, Jumat (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kericuhan berujung penyanderaan terjadi di Rumah Tahanan Salemba cabang Markas Korps Brigade Mobil (Mako Brimob), Kelapa Dua, Depok, Selasa (8/5) hingga Kamis (10/5) lalu. Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, mempertanyakan bagaimana fungsionalisasi rutan di Mako Brimob sebagai tahanan narapidana terorisme.

Seperti diketahui, permasalahan ini bermula ketika kiriman makanan istri salah satu napiter, Wawan Kurniawan alias Abu Afif (43 tahun), tidak sampai di tangannya pada Selasa malam. Masalah ini pun terekskalasi menjadi kericuhan berujung penyanderaan. Lima orang polisi tewas dibunuh, satu orang polisi disandera, satu napiter tewas ditembak.

"Polri harus introspeksi dengan terjadinya penyanderaan oleh tahanan teroris di markas Brimob," kata Bambang yang dihubungi Republika.co.id, Jumat (11/5).

Melihat hal ini, Bambang memandang ada poin kelalaian Polri sehingga sampai terjadi penyanderaan. Pembenahan ke dalam soal fungsionalisasi rutan di markas Brimob menurut dia patut dipertanyakan. "Sudah tepat atau tidak?" ujar dia.

Begitu pula menyangkut sistem pengawasan dan pengamanannya bagaimana menurut standar Polri. "Brimob atau rutan lembaga pemasyarakatan dan siapa yang bertanggung jawab tugas rutan tersebut, Brimob atau mabes Polri," ucap Bambang.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian mengakui adanya permasalahan di rutan tersebut. Rutan tersebut tidak didesain untuk menahan napiter berpengaruh, atau tidak maximum security.

Uniknya, Tito baru saja menyadari adanya overcrowding di rutan tersebut, apalagi kelebihan kapasitas tersebut dipenuhi oleh napiter. "Saya kira cukup untuk idealnya 64 orang, maksimal 90-an orang. Ini saya lihat, saya juga baru tahu sampai 155 orang di dalam itu. Jadi sangat sumpek sekali," kata Tito.

Sebanyak 145 orang dipindahkan langsung ke LP Nusakambangan, di Lapas Batu, Pasir Putih dan Besi. Sepuluh sisanya masih diperiksa.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement