Jumat 18 May 2018 03:02 WIB

Korut Ancam tak Lanjutkan Perundingan dengan Korsel

Korut kecewa dengan latihan militer yang dilakukan AS dan Korsel.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Nur Aini
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, kiri, dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berjabat tangan setelah menandatangani pernyataan bersama di desa perbatasan Panmunjom di Zona Demiliterisasi, Korea Selatan, Jumat (27/4).
Foto: Korea Summit Press Pool via AP
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, kiri, dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berjabat tangan setelah menandatangani pernyataan bersama di desa perbatasan Panmunjom di Zona Demiliterisasi, Korea Selatan, Jumat (27/4).

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara menyatakan tidak akan melanjutkan perundingan dengan Korea Selatan bila permasalahan antarkedua negara tidak segera diselesaikan. Terkait hal itu, Kepala Negosiator Korut Ri Son-gwon menyebut Pemerintah Korsel inkompeten lantaran tetap melanjutkan latihan militer dengan Amerika Serikat.

Latihan militer tersebut berimbas pada rencana perundingan antara Pemimpin Korut Kom Jong Un dengan Presiden AS Donald Trump. Realisasi pertemuan keduanya pun diragukan. Korea Selatan sudah berupaya menawarkan jalan tengah utnuk permasalahan ini. Namun, tampaknya Ri Son-gwon tetap tidak senang.

"Kecuali situasi serius yang menyebabkan penangguhan perundingan tingkat tinggi utara-selatan diselesaikan, maka tidak akan pernah mudah untuk bertatap muka lagi dengan rezim Korea Selatan saat ini," kata Ri seperti dikutip Reuters, Kamis (17/5).

Pada Selasa (15/5), Korut batal bertemu Korsel karena Korut tidak senang dengan dimulainya latihan militer antara AS dan Korsel. Hal itu pun memunculkan spekulasi batalnya pertemuan antara Kim dan Trump, yang direncanakan akan bertemu di Singapura 12 Juni mendatang.

Dilansir BBC, AS menyatakan tetap siap melakukan pertemuan dengan Kim. Namun, Korut tampaknya tetap menolak melanjutkan negosiasi dan menekan AS dan Korsel agar memahami permintaan Korut, menghentikan latihan militer kedua negara.

Korea Utara mempermasalahkan latihan perang yang dilakukan AS dan Korsel. Latihan perang udara AS dan Korsel yang dikenal dengan nama Max Thunder melibatkan kurang lebih 100 pesawat tempur yang berlatih di angkasa Semenanjung Korea. Korut menyebut latihan perang itu sebagai sebuah 'provokasi' dan persiapan invasi.

Korut khawatir nasibnya akan seperti Libya yang mengalami denuklirisasi secara paksa, yakni dengan membunuh Presiden Libya Muammar Khadafi. Padahal, pertemuan antara Korut dan Korsel pada 27 April 2017 lalu merupakan pertemuan dalam rangka persetujuan untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea. Namun, tampaknya, komitmen denuklirisasi antara Korut dan AS juga tidak senada.

Korut menyatakan akan membongkar lokasi tes nuklir antsra 23 - 25 Mei 2018. Namun tidak mengizinkan adanya ahli luar negeri datang ke situs tes nuklir tersebut. Sementara AS yang mengharapkan pelucutan nuklir total meminta proses denuklirisasi melibatkan AS dan negara lain.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement