REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Kepolisian Thailand mengumumkan beberapa tempat yang dijadikan zona larangan demonstrasi. Tempat tersebut di antaranya gedung pemerintah Goverment House di Bangkok dan jalanan sekitarnya.
Larangan tersebut ditetapkan menjelang rencana demonstrasi besar-besaran untuk memperingati kudeta 22 Mei 2014 silam. Kepolisian juga mengimbau demonstran agar tetap mematuhi apa yang junta tetapkan.
Sebanyak 3.000 personel kepolisian berjaga menjelang unjuk rasa yang akan dimulai di Universitas Thammasat, Bangkok, dan berakhir di Government House. Tujuan demonstrasi itu untuk menekan junta militer agar tidak menggelar pemilihan pada November mendatang.
Junta beberapa kali telah mengundur pemilu, dan kali ini benar-benar akan dilaksanakan. Junta militer telah mengambil alih kekuasaan sejak 2014, saat Thailand dilanda krisis politik.
Deputi Kepala Kepolisian Nasional Srivara Rangsibrahmanakul mengatakan Government House dan wilayah sekitar akan dijaga ketat. "Saya telah memerintahkan bahwa 50 meter sekitar Government House akan menjadi daerah terkontrol," ujar dia dikutip kantor berita Reuters.
Selasa ini, 1.000 orang demonstran telah berkumpul di lokasi. Srivara memperingatkan kalau junta telah melarang perkumpulan publik lebih dari lima orang. "Kalau mereka bergerak, itu menyalahi hukum. Kalau mau berjuang, harus sesuai dengan hukum yang berlaku," kata dia.
Parlemen Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara untuk Hak Asasi Manusia (APHR) mendesak junta militer mencabut pembatasan hak mendasar dan menggelar pemilu. Setelah kudeta, junta menghapus konstitusi dan menyusun konstitusi baru yang menurut para pengkritik dianggap melanggengkan kekuasaan militer.
Sejak kudeta, junta juga melarang kampanye politik dan perkumpulan publik. Militer berupaya melemahkan pengaruh mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra yang dikudeta pada 2006 dan lari ke luar negeri. Adiknya, Yingluck Shinawatra dikudeta pada 2014 dan lari ke luar negeri sebelum divonis pengadilan secara in absentia dalam kasus korupsi.