REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Ribuan orang berkumpul di Bangkok menuntut Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mundur. Satu hari sebelumnya, anggota parlemen menggelar pemungutan suara mosi tidak percaya pada pemerintahnya dalam menangani pandemi Covid-19.
Sebelum unjuk rasa Jumat (3/9) ini, sejak akhir Juni lalu mahasiswa Thailand sudah turun ke jalan untuk menuntut perdana menteri mundur. Kini tuntutan tersebut mendapat dukungan dari kelompok politik yang lebih luas dan masyarakat semakin marah dengan situasi virus corona.
Prayuth memberikan pidato di akhir debat di dewan legislatif saat para anggota parlemen mempertanyakan kemampuan perdana menteri dan menteri-menterinya mengatasi pandemi. Prayuth mengatakan ia akan mundur atau menggelar pemilu awal.
"Walaupun Thailand bukan yang terbaik dalam menangani Covid-19 tapi bukan yang terburuk. Kami telah mengatasinya dengan kemampuan terbaik kami oleh semua pihak yang terkait," katanya di parlemen.
Rencananya unjuk rasa yang lebih besar digelar pada Sabtu (4/9) ketika parlemen Thailand menggelar pemungutan suara mengecam penanganan pandemi pemerintah. Diprediksi hasilnya tetap mendukung Prayuth karena koalisinya menguasai dewan legislatif.
Mantan panglima militer dan ketua kudeta tahun 2014 lalu itu menolak tuduhan oposisi yang mengatakan pemerintah korup, salah mengelola ekonomi, dan gagal mengatasi pandemi. Sebagian besar dari 1,24 juta kasus infeksi dan 12.374 kasus kematian Thailand tercatat setelah April padahal sebelumnya negara Asia Tenggara itu cukup berhasil menahan laju penyebaran virus. Sejak itu virus corona varian Alpha dan Delta telah menyebar di Thailand dan pemerintah kesulitan memenuhi pasokan vaksin.