Kamis 24 May 2018 18:42 WIB

Muhammadiyah Usung Pendidikan Islam Berkemajuan

Pendidikan konservatif akan teralienasi dari kehidupan modern abad 21

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, Muhammadiyah telah melakukan lompatan dalam meningkatkan sumber daya insani yang berkemajuan. Muhammadiyah sejak awal berdiri merancang sistem pendidikan Islam modern yang memadukan antara pendidikan agama dan umum serta mengintegrasikan sistem pendidikan sekolah dengan keluarga dan masyarakat.

"Konsep pendidikan seperti ini yang dulu digagas oleh pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan. Idenya sudah sangat maju, beliau sudah memproyeksikan pendidikan sebagai usaha untuk memodernisasi dan memajukan umat dan masyarakat," kata  Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir, di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, akhir pekan lalu.

Melalui konsep tersebut, sebetulnya  Muhammadiyah memiliki pondasi di dalam mengkonstruksikan pendidikan Islam bahkan membawa pendidikan nasional yang berkemajuan.

Ia mengatakan, memasuki abad kedua ini Muhammadiyah mengusung tema Islam berkemajuan dimana organisasi yang dipimpinnya itu ingin merevitalisasi gerakan pendidikannya untuk  membangun sumber daya insani yang unggul sehingga tumbuh pusat-pusat kemajuan.

Muhammadiyah menurutnya ingin melakukan lompatan untuk meningkatkan sumber daya insani yang berkemajuan. ‘"Banyak anak-anak Muslim yang punya potensi sumber daya manusia (SDM)  luar biasa, menang berbagai lomba baik nasional maupun internasional. Nah, Muhammadiyah harus mengambil peran memotivasi untuk melakukan revitalisasi dan transformasi pendidikan Islam serta tidak kalah penting membangun pusat-pusat keunggulan pendidikan di luar negeri," ujarnya.

Untuk mencapai tujuan pendidikan seperti yang dicita-citakan para pendiri, Muhamma­di­yah mencoba menggunakan pendekatan holistik. Salah satu dimensi dari pendidikan holistik, antar jenjang itu harus mempunyai kesinambungan. Sejak pendidikan Taman Kanak-kanak, sekolah dasar, menengah dan atas sampai perguruan tinggi harus simultan.

Melalui tiga tahap

Muhammadiyah, lanjut Haedar, akan mencoba membenahi dunia pendidikan Islam ini melalui tiga tahap pertama, pendidikan tingkat dasar, menengah, atas sampai perguruan tinggi harus diangkat kualitasnya dari bawah ke menengah. Kemudian yang menengah ke kualitas yang lebih tinggi. 

Pada tingkatan dasar menengah Muhammadiyah mengembangkan konsep pendidikan utama dengan membangun sekolah utama. SD, SMA, termasuk Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan pondok pesantrennya dengan bran­ding sekolah dan lembaga pendidikan utama. 

Kemudian tahap kedua, agar lulusan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja Muhammadiyah mengembangkan dunia pendidikan selain link and merge dalam konsep pendidikan pemerintah, juga berbasis pada kehidupan sosial. Di tengah kehidupan masya­rakat modern, tidak boleh lulusan pendidikan Muhammadiyah menjadi orang individualis yang egoistik  tanpa  dia punya tanggung jawab sosial. 

Selanjutnya pada tahap ketiga adalah melakukan reformasi baik sistem, nilai dalam dunia pendidikan. "Ini tentu jangka panjang.  Jadi, dalam memasuki abad ke-21, nilai-nilai modern abad 21  sangat progresif, nilai-nilai kebebasan, demokrasi, hak asasi manusia bahkan juga nilai hubungan antarumat manusia yang sifatnya melintas batas," ungkapnya.

Tidak boleh alergi

Untuk mengantisipasinya, menurut Haedar, dunia pendidikan tidak boleh kedap, apalagi alergi terhadap nilai-nilai kemajuan zaman yang tumbuh makin dinamis dan progresif. Dalam konteks ini maka kemampuan adaptif dari lulusan pendidikan Muhammadiyah maupun umat Islam dan bangsa ini menjadi keniscayaan dalam merespons perkembangan modern abad 21.

Menurutnya, apabila pendidikan itu konservatif  maka dia justru  akan teralienasi  dari kehidupan modern abad 21. Tapi sebaliknya jika sampai larut dalam kehidupan yang serba bebas, permisif hal ini akan menjadi kelemahan bagi masa depan kita. 

"Ini dua sayap yang dialektis, di satu pihak lulusan pendidikan Muhammadiyah, Islam dan bangsa ini harus adaptif terhadap kemajuan modern abad 21, tetapi dia harus punya daya selektif terhadap nilai-nilai yang tidak cocok, maka di situlah pendidikan memberikan kematangan dalam berpikir, bersikap dan dalam hal rasionalitas untuk kemampuan daya seleksi," katanya.

Untuk mendapatkan kematangan tersebut, maka  pertama, jadikan lembaga pendidikan ini sebagai kekuatan edukasi yang holistik kedua, keluarga harus jadi basis yang penting da­lam  memperkokoh nilai-nilai dan karakter anak, sekaligus juga menjadi pusat kemajuan.

Karena itu, Muhammadiyah terus mengge­lorakan revitalisasi keluarga sakinah. Bahkan sekarang terorisme dan perilaku terorisme su­dah masuk dalam keluarga. Ini sebenarnya alarm untuk institusi keluarga, bagaimana pen­didikan termasuk pendidikan keagamaan  harus benar, baik, dan matang dalam keluarga. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement