REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengapresiasi langkah DPR yang dengan segera mengesahkan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5). Dia meminta UU ini digunakan secara bertanggung jawab.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada DPR di bawah pimpinan Pak Bambang Soesatyo yang telah betul-betul bekerja sama dengan baik dengan pemerintah untuk mengesahkan rencana undang-undang pemberantasan tindak pidana terorisme ini," kata Yasonna.
Ia berharap setelah disahkan undang-undang tersebut, Polri, Densus, BNPT, dan TNI bisa menggunakannya secara bertanggung jawab. Begitu juga dengan jaksa dalam menuntut, dan hakim dalam memutus perkara.
"Saya harapkan dengan undang-undang ini dapat mencegah atau mengurangi setidak-tidaknya tindak pidana terorisme," ujarnya.
Pada Jumat (25/5), DPR menggelar sidang paripurna dengan agenda pengesahan Revisi UU Antiterorisme. Yasonna pun tampak hadir dan menyampaikan pidato yang mewakili pemerintah usai undang-undang tersebut disahkan.
Panitia Khusus Revisi Undang-undang Antiterorisme bersama pemerintah, Kamis (24/5) malam, akhirnya menyepakati Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disahkan dalam Rapat Paripurna DPR. Itu setelah Pansus Revisi UU Antiterorisme dan Pemerintah menyepakati poin definisi terorisme alternatif kedua yang menyertakan frasa motif ideologi, politik, dan gangguan keamanan sebagai definisi terorisme. Poin definisi terorisme sendiri, selama ini menjadi ganjalan terselesaikannya Revisi UU tersebut.
"Alhamdulilah, berarti kita akan mengambil keputusan bahwa Revisi Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kita setujui untuk dilanjutkan pada pembicaraan tingkat dua dalam Rapat Paripurna," ujar Ketua Pansus Revisi UU Antiterorisme Muhammad Syafii di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5) malam.