Sabtu 26 May 2018 07:37 WIB

UU Anti-Terorisme Disahkan, Pengamat: Butuh Tim Independen

Komisi independen ini punya peran vital untuk melakukan kontrol dan monitoring

Rep: Mabruroh/ Red: Bilal Ramadhan
Revisi UU Terorisme. Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii (kanan)  memberikan laporan pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Revisi UU Terorisme. Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii (kanan) memberikan laporan pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorime, Harits Abu Ulya menyarankan agar pemerintah turut membentuk tim independen untuk mengawasi jalannya undang-undang Anti-Terorisme yang baru saja disahkan. UU Anti-Terorisme disahkan dalam sidang Paripuran di DPR, Jumat (25/5).

"Kita berharap bentuknya seperti komisi independen yang punya peran vital untuk melakukan kontrol dan monitoring," ujar Harits kepada Republika.co.id, Jumat (25/5).

Harist memaparkan, tidak ada UU yang merupakan produk akal manusia yang sempurna, begitupun dengan UU antiterorisme. Secara substansial mungkin baik namun bisa jadi implemantasi di lapangan berjalan dengan bias.

"Karena itu rekomendasi UU yang baru ini soal tim pengawas," ungkapnya lagi.

Seperti yang tertuang dalam Pasal 43J, yang berbunyi:

1) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia membentuk tim pengawas penanggulangan terorisme.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan tim pengawas penanggulangan terorisme diatur dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Dengan adanya pengawas ataupun komisi independen misalnya, mereka akan berperan melakukan kontrol dan monitoring agar semua proyek kontra terorisme itu berjalan on the track, profesional, terukur, transparan, proporsional, sesuai kaidah hukum dan obyektif serta akuntabel. "Kemudian juga diisi oleh orang-orang yang berkompeten, kredibel, amanah dan melalui uji fit and proper test," tambahnya.

Seperti diketahui setelah melalui proses perdebatan panjang, DPR RI akhirnya mengetuk palu hasil revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Undang-undang tersebut disahkan langsung dalam sidang paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5).

RUU Antiterorisme sempat molor selama dua tahun. Pembahasan mengenai RUU tersebut makin ramai didesak setelah peristiwa terorisme yang terjadi beruntun di Depok, Surabaya, dan Sidoarjo.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement