REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola telah mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap perkara. KPK akan mempertimbangkan permohonan Zumi Zola, jika yang bersangkutan serius untuk membongkar kasus korupsi proyek-proyek di Provinsi Jambi.
"Saya dapat informasi dari penyidik Zumi Zola mengajukan diri sebagai 'justice collaborator' melalui kuasa hukumnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (28/5).
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Zumi Zola dan Plt Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Jambi Arfan sebagai tersangka tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi proyek-proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi Tahun 2014-2017. Menurutnya, KPK akan melihat terlebih dahulu apakah pengajauan Zumi sebagai JC itu serius atau tidak karena jika serius tentu dimulai dari mengakui perbuatannya, bersikap kooperatif, dan membuka peran pihak lain secara signifikan.
"Kami sudah punya pengalaman yang cukup banyak terkait dengan respons terhadap pengajuan JC itu kalau tidak serius tentu kami akan tolak tetapi kalau serius kami akan pertimbangkan," ucap Febri.
Untuk diketahui, seorang yang menjadi JC harus mengakui perbuatannya dan kooperatif membukan peran-peran pihak lain secara lebih luas. Namun, JC tidak bisa diberikan kepada pelaku utama. Namun, Febri belum bisa menjelaskan lebih lanjut apakah terdapat pelaku utama dalam kasus gratifikasi tersebut.
"Saat ini, penyidik fokus pada konstruksi perkaranya ketika tersangka mengajukan JC pertama itu merupakan hak dari tersangka tetapi kemudian ada konsekuensi keseriusan pengajuan JC itu dilihat mulai dari pengakuan sampai membuka peran pihak lain atau memberikan keterangan secara signifikan. Kita lihat saja nanti apakah bisa memenuhi persyaratan tersebut atau tidak," tuturnya.
Gratifikasi yang diduga diterima Zumi dan Arfan adalah Rp6 miliar. Tersangka Zumi baik bersama dengan Arfan maupun sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lain dalam kurun jabatannya sebagai Gubernur Jambi periode 2016-2021 sejumlah sekitar Rp6 miliar.
Zumi dan Arfan disangkakan pasal 12 B atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kasus ini adalah pengembangan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 29 November 2017 lalu terhadap Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Arfan, dan Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin dan anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Supriono.
KPK menetapkan Supriono sebagai tersangka penerima suap, sedangkan pemberi suap adalah Erwan, Arfan dan Saifuddin. Artinya, Arfan ditetapkan sebagai tersangka untuk dua kasus yang berbeda. Ketiga tersangka itu saat ini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jambi.
Total uang yang diamankan dalam OTT itu adalah Rp4,7 miliar. Pemberian uang itu adalah agar anggota DPRD Provinsi Jambi bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 karena para anggota DPRD itu berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018 karena tidak ada jaminan dari pihak Pemprov.
Untuk memuluskan proses pengesahan tersebut, diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai "uang ketok". Pencarian uang itu dilakukan pada pihak swasta yang sebelumnya telah menjadi rekanan Pemprov.