Rabu 30 May 2018 01:00 WIB

BKSDA Sumbar Segera 'Luluskan' Harimau Sopi Rantang

BKSDA terus memperbaiki penanganan konflik antara manusia dan harimau.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
Sejumlah petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat mengevakuasi Harimau Sumatera (Panthera tigris), di kawasan hutan Palupuh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Selasa (17/4).
Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Sejumlah petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat mengevakuasi Harimau Sumatera (Panthera tigris), di kawasan hutan Palupuh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Selasa (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID,  PADANG -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat berencana melepasliarkan Sopi Rantang, individu harimau betina yang kini 'diinapkan' di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra Dharmasraya. Sopi Rantang dijadwalkan akan kembali ke alam liar pada awal Juni 2018 mendatang.

Kepala BKSDA Sumatera Barat, Erly Sukrismanto, menjelaskan bahwa keputusan pelepasliaran satu ekor harimau jenis Panthera tigris sumatrae tersebut berdasarkan perkembangan kondisi kesehatan Sopi rantang. Yaitu, dengan semakin membaik dan layak untuk dikembalikan ke habitat aslinya.

Mengenai lokasi pelepasliaran harimau berusia kurang dari dua tahun tersebut, BKSDA Sumbar masih merundingkannya dengan para pakar lingkungan. Rencana awal saat ini, ujar Erly, lokasinya di sekitar hutan konservasi Rimbo Panti Kabupaten Pasaman, Sumbar. Kondisi Sopi Rantang yang tengah bunting satu bulan juga diyakini tidak akan mengurangi niat BKSDA Sumbar untuk melepasnya ke hutan.

"Pemilihan lokasi pelepasliaran juga mempertimbangkan aspek keamanan bagi masyarakat sekitar," ujar Erly, Senin (28/5).

BKSDA Sumbar sendiri terus memperbaiki penanganan konflik dan melakukan pemantauan terhadap potensi konflik antara harimau dan manusia. Menurutnya, salah satu faktor utama yang membuat harimau 'turun gunung' ke permukiman warga adalah habitatnya yang semakin sempit dan terdesak laju pembangunan perumahan atau pembukaan lahan. Apalagi wilayah harimau yang luas, yakni 60 kilometer persegi, membuat hewan ini akan mencari alternatif lokasi bila mangsanya semakin sedikit di dalam hutan.

Erly juga menjelaskan harimau berpotensi kembali ke tempat yang pernah ia kunjungi sebelumnya, selama tempat itu masuk dalam area jelajahnya. Ia memisalkan, sebuah lokasi yang dulunya hutan dan tempat harimau mencari mangsa, bisa jadi akan didatangi lagi oleh harimau meski saat ini sudah beralih fungs menjadi permukiman atau ladang warga.

BKSDA Sumbar mencatat, dua daerah dengan risiko konflik tertinggi adalah Kabupaten Agam dan Pesisir Selatan. Keduanya masih memiliki habitat asli bagi si raja hutan. "Kami ingin kalau ada satwa mengganggu, jangan sampai ada yang dibunuh karena satwa dibutuhkan dalam kelangsungan kehidupan di bumi," katanya.

Sebagai informasi, harimau Sopi Rantang merupakan individu harimau yang terperangkap dalam kerangkeng yang dipasang petugas di Palupuah, Agam, April 2018. Sopi Rantang sempat dimanfaatkan petugas untuk menarik perhatian dua individu harimau lain yang diyakini masih berkeliaran, namun hasilnya nihil. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement